ArenaLTE.com - Saat ini memang belum banyak smartphone yang menggunakan fitur pengenal wajah (FaceID) untuk membuka kunci layar. Namun dua tahun lagi, pada 2020, paling tidak sudah lebih dari satu miliar smartphone yang akan menggunakan fitur tersebut, menggusur penggunakan finger print yang saat ini lagi nge-hits sebagai tombol pembuka kunci layar.
Hal tersebut dikemukakan sebuah lembaga riset pasar Counterpoint Research, yang merilis hasil analisa mereka di pasar smartphone dunia, pada (7/02) lalu. Menurut mereka, Apple dan Samsung yang mulai menaruh fitur ini pada flagship phone mereka, akan mendorong pemain lain untuk melakukan hal yang sama, terutama brand-brand asal Cina. Inilah yang akan membuat fitur pengenal wajah ini akan makin marak. Dan akan menjadi standar baru dalam pembuka kunci layar, menggeser secara perlahan penggunaan finger print.
Sebenarnya, fitur pengenalan wajah ini sudah mulai digunakan pada smartphone-smartphone keluaran Cina. Malah, brand asal Indonesia, Advan, sudah memperkenalkan fitur pengenalan wajah untuk membuka kuncian aplikasi dan file tertentu, pada serial G1 mereka. Namun, fitur itu masih menggunakan konsep 2D, yang dianggap masih kurang akurat.
Apple menerapkan teknologi pengenalan wajah yang lebih maju, dengan teknik pemetaan wajah secara 3D, seperti yang diimplementasikan pada seri iPhone X. Fitur ini akan mengenali bentuk wajah secara utuh, tidak hanya tampak depan saja. Karenanya, walaupun dimirip-miripkan, kalau garis wajahnya berbeda sedikit saja, layar tetap tak mau terbuka. Tapi lucunya, dalam suatu percobaan, walau wajah pengguna dipermak habis dengan make-up sehingga nampak berbeda sama sekali, tetap saja layar iPhoneX dapat terbuka. Rupanya, yang jadi patokan adalah biometrik wajah penggunanya.
Beda lagi dengan yang dipakai Samsung. Pabrikan asal Korea Selatan ini tetap menggunakan teknik 2D bagi pengenalan wajah, tetapi dikombinasikan dengan pembacaan biometric juga, dalam hal ini iris mata. Ini juga lebih aman, karena seperti sidik jari, iris mata tiap orang berbeda-beda.
Menurut Counterpoint, karena fitur pengenal wajah 2D sudah jadi aplikasi native di platform Androids, maka penyebarannya akan semakin cepat. Terutama pada smartphone-smartphone Androids kelas menengah (dari sisi harga). “namun begitu, menurut perkiraan kami, sekitar 60% smartphone yang memiliki fitur Face ID, akan menggunakan teknologi 3D,” kata Pavel Naiya, analis senior di Counterpoint Research, seperti yang dimuat dalam situ resmi mereka. Multiple sensor 3D ini, kata Pavel, juga akan mendorong berkembangnya teknologi lain, seperti augmented reality, virtual reality dan artificial intelegence, lebih luas lagi.
Tapi, benarkah fitur pengenal wajah ini bakal menggusur finger print? Belum tentu juga. Sejawat Pavel, Peter Richardson, yang jadi Direktur Riset di lembaga yang sama, mengatakan, faktor kenyamanan masih menjadi pertimbangan utama bagi pengguna, ketimbang keamanan. Ia mencontohkan, ketika berada dalam keramaian –ambil contoh dalam gerbong KRL yang penuh sesak—tentu tak nyaman dan sulit, mengeluarkan smartphone dari saku atau tas, lantas menghadapkannya ke muka untuk membuka kunci layar. “Ada situasi tertentu yang menghadapkan ponsel ke muka sama sekali tidak nyaman,” kata Richard.
Dalam situasi seperti tentu saja lebih nyaman menempelkan sidik jari. Juga lebih praktis dan cepat. Malah, layar bisa dibuka sembari mengeluarkan ponsel dari saku atau tas. “FaceID lebih cocok untuk aplikasi yang butuh keamanan tinggi, semacam mobile payment,” ujar Richard, sembari menambahkan, bagaimanapun fitur finger print masih jauh dari punah.