ArenaLTE.com - 24 Desember lalu, Indonesia kembali terserang musibah tsunami di area Selat Sunda. Warga Kecamatan Sumur, Pandeglang juga sempat dibuat panik akan potensi tsunami susulan akibat air laut yang pasang.
Banyak dari musibah ini yang terjadi di tengah-tengah musim air pasang, November sampai Maret.
Meskipun air pasang ini merupakan fenomena yang dialami tiap tahun di Indonesia dan berbagai negara Asia Tenggara lainnya, cuaca ekstrim yang dihasilkan oleh perubahan iklim menyebabkan musim air pasang untuk menimbulkan dampak yang lebih besar terhadap ekonomi dan kehidupan manusia dalam dekade terakhir.
Jadi, apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk merencanakan, mengantisipasi dan memitigasi dampak dari bencana ini, dan yang lebih penting menjaga keamanan masyarakat?
Jawabannya adalah dengan prakiraan cuaca dan iklim yang lebih baik. Salah satu solusi dihadirkan NetApp dengan mengidentifikasi tiga cara untuk meningkatan akurasi prakiraan cuaca dan iklim dengan memanfaatkan teknologi data.
1. Memanfaatkan Machine Learning untuk Model Cuaca Konvensional
Sekarang ini, machine learning sudah mulai menjadi bagian dari keseluruhan proses prakiraan cuaca dan iklim, meningkatkan akurasi dengan lebih baik lagi dan mengurangi ketergantungan terhadap model-model atmosfer tradisional yang memiliki lebih banyak variabel dan ketidakkonsistenanan.
US National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) sebagai contohnya, telah memanfaatkan machine learning dan AI, bersama dengan pemahaman fisik akan lingkungan. Hal ini memperluas akurasi prakiraan untuk berbagai tipe cuaca yang berdampak tinggi, termasuk badai dan angin puting beliung.
Di Asia Tenggara, peningkatan model prakiraan juga memungkinkan para peneliti untuk lebih dini memperkirakan awal musim air pasang sampai dengan 15 hari sebelumnya dalam beberapa dekade terakhir.
Bahkan, hal ini juga memberikan pemahaman lebih jauh atas kapan insiden cuaca ekstrim kemungkinan akan terjadi selama musim air pasang. Akurasi dan konsistensi yang lebih baik yang dihadirkan oleh machine learning akan memungkinkan berbagai departemen dalam pemerintahan di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara untuk bekerja sama demi persiapan dan pemulihan dan penanggulangan bencana.
2. Mengoptimalkan Penggunaan Data Set yang Besar untuk Insight Real-Time yang Lebih Cepat
Cakupan data terkait cuaca yang tersedia sangatlah besar. Saat ini terdapat ribuan satelit cuaca di luar angkasa yang menyediakan serangkaian data terkait pola awan, angin, temperatur, dan informasi lainnya.
Masih ada ratusan ribu stasiun cuaca dari pemerintah dan sektor publik di seluruh dunia yang secara terus-menerus mengumpulkan data cuaca secara real-time. Peningkatan jumlah data cuaca ini mendorong pentingnya infrastruktur yang dapat diandalkan untuk mengirim, mengelola, dan menyimpan data-data cuaca ini, dan memerlukan kekuatan komputasi yang lebih besar lagi untuk dapat melakukan simulasi dengan memanfaatkan data-data ini.
Jika dilakukan dengan baik, data-data ini dapat dioptimalkan untuk menyediakan update secara real-time atau untuk meningkatkan sistem peringatan dini, yang akan membantu menghemat dana besar bagi negara.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan badan terkait lainnya harus mulai mengadopsi teknologi dan solusi yang dapat memungkinkan mereka untuk memproses data-data cuaca dengan lebih cepat, sebelum musim air pasang atau cuaca buruk mulai menghantam.
3. Menyelesaikan Tantangan Geografis Penting
Lebih dari sekedar memitigasi dampak langsung dari musim air pasang, teknologi pengelolaan data juga dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan tantangan geografis penting lainnya.
Pencitraan satelit dan radar, pengamatan muka bumi, dengan berbagai pengukuran tekanan, kecepatan angin, temperatur, dan tingkat kelembaban, kesemuanya ini memberikan gambaran gangguan cuaca jangka panjang yang dapat digunakan untuk menginformasikan pengembangan kebijakan dan infrastruktur.
Pemerintah dan perusahaan di Asia Tenggara berinvestasi miliaran dolar untuk prakiraan cuaca setiap tahunnya. Saat ini nyaris tidak ada sektor ekonomi yang tidak terkena dampak dari cuaca, baik langsung maupun tidak langsung.
Sumber potensial dari data terkait cuaca akan terus bertumbuh secara dramatis dan kemajuan-kemajuan baru dalam analitik, AI dan machine learning tengah memungkinkan berbagai badan pemerintahan dan perusahaan untuk dapat memanfaatkan data-data terkait cuaca ini dengan lebih baik.
Menurut Ana Sopia, Country Manager NetApp Indonesia, Solusi NetApp All Flash FAS telah memungkinkan banyak organisasi untuk menghantarkan performa yang diperlukan untuk mempercepat visualisasi data untuk banyak badan prakiraan cuaca di seluruh dunia.
“Kami sangat senang untuk dapat berbagi wawasan dan sudut pandang kami terkait bagaimana teknologi pengelolaan data dapat membantu prakiraan cuaca dan iklim, terutama mengingat Indonesia yang sudah memasuki musim air pasang,”ungkapnya.