ArenaLTE.com - ArenaLTE.com – Penurunan biaya interkoneksi dan rencana networks sharing yang menjadi bagian dari efisiensi jaringan, dan akan dilakukan Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dianggap sebagai langkah untuk memfasilitasi operator Asing di Tanah Air. Sejumlah karyawan yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis meminta langkah tersebut untuk segera dikaji ulang.
“Janji Pemerintah saat ini untuk membeli kembali Indosat belum terlaksana, Menkominfo malah akan menerapkan kebijakan yang berpotensi merugikan satu-satunya BUMN Telekomunikasi di Indonesia yaitu PT. TELKOM dengan rencana kebijakan perhitungan biaya interkoneksi, network sharing, dan spectrum sharing," ketus Wisnu Adhi Wuryanto, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis.
Terkait penurunan biaya interkoneksi, Wisnu menuduh prosesnya terkesan terburu-buru, sehingga azas kepatutan penandatanganan diabaikan. Hal tersebut terlihat dari isi surat yang hanya ditandatangani oleh PLT Dirjen saja, padahal seharusnya dilakukan oleh Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) langsung.
Ia menuturkan, isi surat juga membingungkan. Karena seorang pejabat negara harusnya paham kebijakan yang dikeluarkannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
“Terkait dengan penetapan biaya interkoneksi Rp 204.- juga tidak mencerminkan keadilan, penetapan tarif di bawah biaya yang harus ditanggung PT Telkom karena terlanjur membangun jaringan hingga ke pelosok, tetapi masih di atas biaya operator-operator asing yang malas membangun jaringan,” jelasnya.
Terkait Kebijakan Revisi PP 52 dan 53 yang berisi Network Sharing dan Spectrum Sharing, Wisnu juga menyoroti prosesnya yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan, yaitu UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Hal ini dikarenakan tidak terpenuhinya hak masyarakat untuk memberikan masukan baik lisan maupun tulisan dalam proses pembentukan kedua Rancangan Revisi PP tersebut. Mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan. Sehingga dapat dikatakan pembentukan kedua Rancangan Revisi Peraturan Pemerintah tersebut tidak baik.
Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis berpendapat bahwa rencana Pemerintah memaksakan network sharing berpotensi merugikan BUMN Telekomunikasi yang sudah membangun. Sementara di sisi lain menguntungkan operator milik asing yang malas membangun. Kemudian spectrum sharing dapat mengakibatkan jual beli spektrum frekuensi radio.
“Seyogyanya sumber daya alam terbatas ini dikelola dengan baik untuk tujuan efisiensi. Jika melihat kondisi di lapangan, kedua rancangan tersebut berpotensi merugikan satu-satunya BUMN Telekomunikasi di Indonesia, bahkan bias mengancam keamanan dan ketahanan negara,” pukasnya.
Dihubungi di tempat terpisah, Ketua Umum Serikat Karyawan Telkom Asep Mulyana menyatakan menolak Kebijakan Biaya Interkoneksi dan Revisi Peraturan Pemerintah PP 52/53 tentang Network Sharing dan Spectrum Sharing. Karena terkesan dipaksakan padahal jelas-jelas melanggar rasa keadilan dan dapat merusak tatanan industri telekomunikasi. Serta proses maupun isinya bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku di atasnya. Juga bertentangan dengan semangat pemerataan pembangunan, kemandirian.
Bagaimana menurut Anda? Apakah setuju atau tidak dengan kebijakan penurunan biaya interkoneksi tersebut?
Dianggap Pro Asing, Kebijakan Biaya Interkoneksi Minta Dikaji Ulang
Artikel Menarik Lainnya:
- Positif dan Negatif Perkembangan Teknologi Artificial Intelligence (AI)
- Kasus Dugaan Korupsi BAKTI Kemkominfo Masuk Penyidikan
- Kacific Kejar Target Penyelesaian 8000 BTS Di Wilayah 3T Indonesia
- Didukung Kominfo, Startup Weekend Indonesia Covid-19 Telurkan Tiga Startup Tanah Air Kompetisi Global
- Hadirkan Informasi Akurat Corona, Kemkominfo Berikan Akses Gratis Akses Situs Covid19