ArenaLTE.com -
ArenaLTE.com – Model bisnis baru di era 4G LTE saat ini dengan sistem jual dan sewa yang kini tengah dijalankan operator telekomunikasi Tanah Air, kabarnya akan menjadi tren industri di masa mendatang. Menjual infrastruktur seperti halnya menara base tranceiver station (BTS), dan kembali menyewa ruang menara tersebut diklaim menjadi bagian langkah dari efisiensi industri yang kabarnya akan diikuti oleh banyak pemain telekomunikasi Indonesia.
Hal ini terindikasikan melalui keterangan yang dinyatakan melalui hasil riset dari Moody Investors Service, perusahaan riset dan analisis pasar asal New York, Amerika Serikat, yang menerangkan bahwa perusahaan menara telekomunikasi di India dan Indonesia adalah yang paling berkembang di Asia.
“Kami berharap pasar di India dan Indonesia dapat terus tumbuh, dan operator seluler dapat membangun dan memperkuat layanan di teknologi 3G dan 4G LTE. Operator akan berusaha untuk menyewa ruang menara BTS (Base Transceiver Station) dan menjual lebih banyak menara mereka sendiri,” kata Nidhi Dhruv, Assistant Vice President and Analyst Moody.
Memang belum diketahui mengenai awal model bisnis jual dan sewa menara BTS di Indonesia ini dijalankan. Pun demikian, cara ini kini telah dijalankan oleh operator berbasis GSM, XL Axiata, yang mengabarkan bahwa telah berhasil menjual sebanyak sebanyak 3.500 menara pada Solusi Tunas Pratama (STP) akhir 2014 lalu dengan nilai sekira IDR5,6 triliun.
Selang dua tahun, XL mengabarkan kembali telah melakukan perjanjian jual menara kepada Portelindo (Profesional Telekomunikasi Indonesia), yang berhasil melariskan sebanyak 2.500 menara dengan nilai pembelian mencapai IDR3,5 triliun.
Heru Sutadi, Executive Director Indonesia Information and Communication Technology (ICT) Institute, mengungkapkan bahwa model bisnis dengan sistem menjual menara BTS, kemudian melakukan penyewaan adalah langkah atau strategi yang dipandang cukup efisien.
“Yang mereka lakukan (operator telekomunikasi) adalah menjual aset, dapat uang cash. Kemudian mereka menyewa, sehingga masuk ke opex tahunan. Lebih efisien bagi operator,” jelas Heru.
Dirinya juga tak menepis bahwa biaya pengeluaran operasional (Opex) yang dilakukan operator akan setiap tahunnya, tercatat lebih efisien dengan menyewa kepada pihak provider. Hal itu menguntungkan perusahaan yang tak perlu lagi melakukan biaya untuk penjualan, beban umum dan administrasi jika menjalankan sistem sewa menara.
“Model bisni ini nantinya yang tumbuh providerpenyedia menaranya, bukan operator telekomunikasi. Memang pasti ada kelebihan dan kekurangan dari sistem ini,” tambah Heru.
Kelemahannya
Seperti yang diungkapkan diatas, keuntungan dari model bisnis dengan menjual menara BTS milik sendiri dan kemudian menyewanya untuk tetap bisa mengelar layanan adalah efisiensi. Bahkan memberikan kelebihan dengan mendapatkan penghematan biaya opex tahunan. Meski demikian, dengan deretan keuntungan yang didapat, bukan berarti model bisnis ini tidak memiliki kelemahan.
Meski sistem sewa infrastruktur yang tengah giat dilakukan operator saat ini, diyakini Heru Sutadi tidak akan menumbuhkan operator telekomunikasi lagi. Menurutnya, para provider atau perusahaan menara BTS lah yang justru akan makin bertebaran, dan ada dampak negatif yang mungkin akan muncul.
“Yang tumbuh provider penyedia menara, bukan operator telekomunikasi. Dan model bisnis ini memang memiliki kekurangan dan kelebihannya,” jelas Heru. Dirinya juga menuturkan,” Kekurangannya, operator menggantungkan nasib kualitas ke penyedia tower,” tambahnya.
Ya, kualitas telekomunikasi yang selama ini harus dijaga oleh operator untuk memuaskan pelanggan, kini harus diserahkan kepada pihak provider. Semoga persaingan harga sewa infrastruktur yang diberikan provider, tidak mempengaruhi kualitas layanan termasuk untuk menikmati langsung jaringan 4G yang dibilang lebih ngebut dari 3G kepada pelanggan operator itu sendiri.