ArenaLTE.com - Langkah Kominfo dalam melakukan penundaan pencabutan izin penggunaan frekuensi 2,3GHz yang digunakan PT First Media dan PT Internux (Bolt), menjadi sorotan banyak pihak. Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengungkapkan bahwa hal ini tidak sejalan dengan aturan hukum yang berlaku. Melalui siaran resminya, CITA menanggapi penyampaian kasus tunggakan PNBP dan rencana pencabutan ijin frekuensi terhadap dua perusahaan harus sesuai dan dijalankan sesuai prosedur yang berlaku.
Menurut badan analis ini, bahwa berdasarkan Pasal 9 ayat (1) PP No.29/2009, Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaran PNBP kepada Menteri Kominfo selambat-lambatnya 20 hari sebelum jatuh tempo pembayaran PNBP. Namun faktanya, utang PNBP PT.First Media,Tbk. Dan PT.Internux (Bolt) telah jatuh tempo sejak 17 November 2018 lalu. Dengan demikian, secara administratif permohonan penundaan, pengangsuran, maupun penjadwalan ini sudah tidak dapat diajukan lagi.
Hal lain juga diungkapkan bahwa permohonan yang ditujukan perusahaan kepada Menteri Kominfo agar disampaikan kepada Menteri Keuangan sehingga dapat diberikan persetujuan/ penolakan/ tindakan lainnya. Dan bila hal permohonan telah disetujui oleh Menteri Keuangan, maka penjadwalan akan ditentukan oleh Menteri Kominfo.
Merujuk pada Pasal 17 Peraturan Menteri Kominfo No. 9/2018 mengatakan bahwa Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) dapat dicabut sebelum masa berlaku berakhir. Pasal 21 ayat (1) huruf f menjelaskan bahwa pencabutan IPFR dilakukan apabila Wajib Bayar tidak melunasi pembayaran BHP Frekuensi Radio untuk IPFR selama 24 bulan.
Dan sayangnya, fakta lain mengungkapkan bahwa kedua Wajib Bayar ini sudah memiliki tunggakan sejak tahun 2016. Dengan demikian pencabutan harus dilakukan dengan prosedur pemberian surat peringatan tiga kali berturut-turut (tenggang waktu antar surat adalah satu bulan) kepada Wajib Bayar.
Besaran utang PNBP PT.First Media,Tbk adalah Rp 364 miliar, sementara PT.Internux (Bolt) sebesar Rp 343 miliar. Jika terjadi penundaan pembayaran PNBP, berarti terdapat pemasukan negara yang tertunda. Padahal saat ini negara sedang mengalami shortfall penerimaan dan butuh tambahan penerimaan untuk pembiayaan pembangunan. Berarti penundaan ini cukup merugikan keuangan negara.
Demi memberikan kepastian hukum dan menciptakan iklim penegakan hukum yang kondusif bagi penerimaan negara, dan agar tidak menjadi preseden buruk bagi pemungutan PNBP, Menteri Kominfo seyogianya segera memberikan peringatan tertulis untuk menagih tunggakan dan memenuhi ketentuan dalam rangka pencabutan ijin.
Yustinusa Prastowo, Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), mengukapkan juga bahwa Menteri Keuangan sebagai penanggung jawab dan pemegang otoritas bidang PNBP dapat melakukan pemantauan dan pengawasan demi memastikan pemungutan dan pemenuhan kewajiban PNBP dilakukan sesuai UU.