ArenaLTE.com - ArenaLTE.com – Industri penerbangan global bersiap menghadapi ancaman dan peluang, menurut Global CEO Survey dari PWC, para CEO maskapai penerbangan menilai tingkat gangguan dalam industri penerbangan lebih tinggi daripada sektor lain yaitu di sektor persaingan, teknologi, perilaku pelanggan, regulasi, dan saluran distribusi. Oleh karena itu diperlukan adanya sebuah analisa data yang ada untuk menjadi sebuah insight yang dapat ditindaklanjuti untuk dapat menciptakan pendapatan baru bagi perusahaan.
Di Indonesia, industri penerbangan berkembang sejalan dengan perkiraan dari International Air Transport Association (IATA) yang mewakili 260 maskapai penerbangan di seluruh dunia. IATA menyebutkan Indonesia akan menjadi salah satu dari lima pasar dengan pertumbuhan jumlah penumpang paling cepat per tahun pada tahun 2034.
Salah satu maskapai penerbangan Indonesia yang mulai menerapkan analisa data sebagai dasar pengambilan keputusan adalah Citilink. Citilink merupakan maskapai penerbangan bertarif murah dengan pertumbuhan paling cepat di Indonesia, sejak empat tahun lalu didirikan, Citilink mengoperasikan armada yang terdiri atas 37 Airbus 320 dan lima Boeing 737, terbang ke 29 kota di Indonesia dan mengangkut lebih dari delapan juta penumpang setiap tahunnya.
Achmad Royhan, Vice President of Information Technology di Citilink mengungkapkan bahwa untuk memenuhi tuntutan penumpang dan membuat citilink tetap menjadi pilihan utama mereka, kami perlu mengenal pelanggan secara lebih baik. Secara tradisional, kami telah melakukan ini melalui pemberian layanan pelanggan yang baik dan kadang-kadang kami menggunakan asumsi.
“Kini dengan kemajuan teknologi, kita tidak lagi harus bergantung pada asumsi untuk membuat keputusan yang tepat. Kami sudah mulai menengok ke sistem analisa data yang solid untuk memprediksi apa yang diinginkan pelanggan,” tambah Royhan.
Untuk mengadopsi pendekatan analisa data yang lebih intensif, Citilink memerlukan infrastruktur IT yang dapat menyesuaikan dengan skala pertumbuhan penyimpanan data dan kebutuhan komputasi. Untuk itu, Royhan telah merintis perpindahan operasi sehari-hari dan data manajemen Citilink ke Microsoft Azure. Royhan mengalokasikan hampir seperlima dari anggaran IT Citilink untuk pengelolaan dan analisa data, dan mengharapkan angka anggaran ini akan terus bertumbuh dari waktu ke waktu.
Hal ini sejalan dengan proses perjalanan budaya analisa Data Citilink telah mendorongnya untuk menekankan penggunaan teknologi modern, pelatihan staf di seluruh lini, dan penyelarasan tim manajemen agar memiliki kesamaan visi – semua dilakukan agar dapat tetap relevan bagi pelanggan.
Ini sangat kontras dibandingkan dengan saat pertama kali Citilink berdiri di 2011 dimana Kultur Data masih belum dijalankan secara optimal. "Saat itu, kami mengandalkan spreadsheet Excel untuk mengompilasi dan menyerahkan data kepada para pengambil keputusan. Metode ini sangat berat dan lambat. Insight yang diperoleh sering kali terlambat disampaikan sehingga tidak bisa ditindaklanjuti, " Royhan mengungkapkan.
Dalam memelihara dan mengembangkan kemampuan analisis karyawan Citilink, Royhan bersikeras bahwa seluruh lapisan karyawan harus dilengkapi dengan alat yang benar dan mudah digunakan. Untuk itu, Power Business Intelligent, seperangkat alat analisis bisnis, dimanfaatkan untuk mengimpor data dengan cepat dari berbagai sumber dan memungkinkan staf untuk menghasilkan laporan insight mendalam.
"Waktu antara memproses data sampai memperoleh insight telah dipersingkat secara signifikan, sebuah proses yang dahulu membutuhkan waktu berjam-jam, atau berhari-hari, kini insight dari pelanggan dapat diolah dan dibagikan hanya dalam beberapa menit ke seluruh tim,” pungkas Royhan.