ArenaLTE.com - Berbicara mengenai kehadiran 4G LTE, semestinya teknologi terbaru ini bisa membawa banyak manfaat untuk pengguna, termasuk masyarakat di pelosok-pelosok. Teknologi ini mampu memberi solusi pada beragam permasalahan dan hambatan yang selama dalam pemerataan pembangunan di daera-daerah.
Misalnya saja, persoalan kekurangan tenaga medis yang berpengalaman. Atau kekurangan tenaga pengajar yang berpengalaman, serta materi pelajaran yang tidak merata. Sebenarnya bisa terbantu dengan teknologi ini. Koneksi internet cepat yang mampu disediakan 4G LTE, memungkinkan orang melakukan video conference secara real time.
Sehingga, ketika tenaga kesehatan di pelosok yang kesulitan mendiagnosa pasien dan butuh bantuan dokter spesialis, ia bisa dengan berkonsultasi dengan dokter spesialis di kota. Dan dokter spesialis tersebut bisa ikut memeriksa kondisi dan tanda-tanda fisik di tubuh pasien melalui fasilitas video streaming realtime.
Begitupun dengan dunia pendidikan. Kesulitan materi pelajaran dan guru yang berkompeten, bisa terbantu dengan kehadiran perpustakaan digital, yang bisa diakses kapan saja. Program mengajar dari jauh dimungkinkan dengan layanan video streaming realtime.
Masih banyak lagi manfaat yang bisa dirasakan masyarakat dengan kehadiran teknologi 4G LTE ini. Persoalannya adalah, bagaimana menghadirkan teknologi ini ke segenap lapisan masyarakat hingga ke pelosok, sehingga mereka bisa mengambil manfaatnya. Sebab, menyediakan infrastruktur telekomunikasi hingga ke daerah-daerah juga bukan persoalan mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi.
Pertama adalah, menyediakan perangkat (device) yang sudah support 4G LTE dengan harga yang terjangkau masyarakat banyak. Rasanya faktor yang satu ini sudah bisa teratasi. Sekarang sudah tersedia smartphone 4G LTE di bawah satu juta rupiah.
Yang kedua adalah menghadirkan infrastrukturnya itu sendiri. Ini butuh investasi sangat besar, karena membangun jaringan 4G itu membangun dari awal lagi. Tak bisa meng-upgrade dari jaringan existing. Berapa besar kemampuan finansial operator untuk itu? Apalagi kalau berbicara membangun infrastruktur secara massif hingga ke pelosok.
Membangun infrastruktur di daerah rural juga punya tantangan tersendiri. Apakah di daerah itu sudah tersedia jaringan listrik? Kalau tidak, maka butuh pembangkit tenaga listrik untuk men-suplai kebutuhan listriknya. Berikutnya, apakah sudah tersedia transmisi? Kalau tidak, itu berarti harus memasang kabel, dukungan satelit kalau letaknya sangat jauh.
Tantangan berikutnya, tak semua pemerintah daerah memandang kehadiran infrastruktur telekomunikasi sebagai hal yang bisa membantu mensejahterakan perekonomian daerah. Tak semua pemerintah daerah yang sadar, bahwa akses mendapatkan informasi, merupakan modal penting untuk memajukan daerah mereka.
Karenanya, terkadang masih ada kendala dari pemerintah daerah dalam soal perijinan dan penyediaan lahan –yang diperlukan untuk pembangunan infrastruktur. Ini yang terkadang membuat operator kesulitan masih ke suatu daerah. Nah, semua tantangan itu, apabila dihadapi dan dikerjakan sendiri-sendiri, tentu sangat berat. Biayanya terlalu besar, terutama bila ditanggung sendiri. Operator jadi tak bisa beroperasi dengan efisien.
Sebenarnya ada solusi untuk itu. Yakni, bekerja sama dan saling mengisi. Dari sisi infrastruktur dan jaringan, konsep network sharing sebenarnya bisa memecahkan masalah ini. Ini akan mengurangi struktur biaya dengan sangat signifikan. Nah, di sini perlunya dukungan pemerintah, untuk mengatur pelaksanaan network sharing. Sebab, itu juga harus ada payung hukumnya.
Tidak saja kerjasama dengan sesama operator. Efisiensi juga bisa dicapai melalui kerjasama dengan pihak lain. Misalkan, ketika pemerintah membangun jaringan jalan –baik jalan biasa atau jalan bebas hambatan—sebenarnya operator bisa “nebeng” memasang kabel di sepanjang jalan yang dibangun itu.
Ambil contoh pembangunan jalan tol lintas Sumatera, sebenarnya kita bisa ikut memasang kabel dan jaringan di sampingnya. Daripada operator harus memasang sendiri. Bukankah dengan demikian cost efisien bisa tercapai.
Dan tentu saja dukungan dari pemerintah daerah, dalam bentuk penyediaan lahan dan perijinan. Meski kelihatan sepele, namun faktor ini bisa menjadi penghambat pengembangan infrastruktur. Bila operator disodori biaya pembebasan lahan yang mahal, perijinan yang dipersulit, belum lag hal-hal non teknis lainnya, tentu saja upaya pengembangan infrastruktur ini menjadi sangat sulit dilakukan.
Di sinilah pentingnya pemerintah pusat, untuk melakukan dorongan ke masyarakat. Karena jika masyarakat menyadari manfaat dari hadirnya internet dapat membuka wawasan, pengetahuan, informasi dan seterusnya untuk lebih maju lagi, istilahnya “Broadband Ekonomi” atau “ekonomi digital”, maka pembangunan daerah dan pemerataan kesejahteraan dapat tercapai.
Apalagi, dalam pengamatan kami selama ini, sebenarnya masyarakat baik di daerah urban maupun rural, sudah siap menerima teknologi baru ini. Mereka dapat dengan cepat beradaptasi dengan layanan serta aplikasi yang ditawarkan oleh teknologi baru ini.
Jadi, mari kita membuat industry ini lebih sehat dengan beroperasi secara lebih efisien, sehingga bisa lebih agresif dalam memajukan masyarakat. Seperti visinya Presiden mengenai mengenai broadband ekonomi atau ekonomi digital, yang fondasinya adalah akses terhadap informasi.
"Ingin Masyarakat Maju? Mari Sharing"
Artikel Menarik Lainnya:
- Presiden Direktur XL Axiata, Serukan Kebijakan Inklusif Peningkatan Kesetaraan Gender Perempuan
- Resmi Bergabung, XL Axiata Pastikan Pelanggan First Media Tidak Perlu Registrasi Ulang Layanan
- XL Center Bali Kini Bernuansa Liburan Agar Pelanggan Nyaman
- Keputusan Merger Smartfren Dan XL Di Tangan Pemerintah Dan Pemegang Saham
- Terapkan Teknologi NB-IoT Solusi Smart Water Mete, XL Axiata Gandeng PT BAL