ArenaLTE.com - ArenaLTE.com - Berbagai kalangan terus memberikan masukan terkait rencana pemerintah untuk menurunkan biaya interkoneksi. Kali ini datang dari praktisi pendidikan, yaitu M Ridwan Effendi, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB. Ia menganggap Menkominfo salah langkah dalam membangun ekosistem industri telekomunikasi yang sehat, jika memaksakan penurunan biaya interkoneksi yang tak sesuai dengan recovery cost dari pelaku usaha.
“Saya kasih saran ke Pak Menkominfo Rudiantara soal keinginan menurunkan tarif seluler. Minta operator kurangi promosi tarif Rp 0 atau harga yang tak rasional yang biasanya ada ketika menawarkan kartu perdana baru, kurangi promosi yang tak efektif, dan minta marjin diturunkan sedikit. Baru tarif seluler turun,” tegas Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB M Ridwan Effendi di Jakarta, Senin (29/8).
Menurutnya, ada mispersepsi yang dikembangkan di masyarakat tentang biaya interkoneksi dan tarif seluler. “Biaya interkoneksi hanya 15% menyumbang tarif komunikasi. Artinya komponen lain lebih besar yakni biaya aktivasi (termasuk promosi) dan marjin keuntungan. Kenapa dikembangkan terus salah paham ini menjadi gagal paham di ruang publik,” ujarnya.
Untuk itu agar tarif seluler turun, ia menyarankan kepada Menkominfo agar meminta operator mengurangi promosi tarif atau harga yang tak rasional yang biasanya ada ketika menawarkan kartu perdana baru, mengurangurangi promosi yang tak efektif, dan minta marjin diturunkan sedikit.
Pihak regulator diminta jangan merancukan isu biaya interkoneksi dengan penetapan tarif pungut ke pelanggan. “Penetapan biaya interkoneksi yang asimetris itu hak perusahaan, ini murni urusan perusahaan dengan perusahaan. Kalau tarif ritel mau murah saya sepakat, itu hak masyarakat untuk dapat tarif yang reliable dan terjangkau. Tapi kalau caranya melabrak semua pakem, ini sudah tak demokrasi lagi namanya,” tegasnya.
Menurut Ridwan, network size dari masing-masing operator berbeda. Sehingga itu tercermin dari recovery cost yang dipaparkan kala Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi I pada tanggal 25 Agustus 2016 lalu. Cost Recovery dari XL sebesar Rp 65/menit, Indosat Ooredoo Rp 87/menit, Tri sebesar Rp 120/menit, dan Telkomsel yang paling mahal yaitu mencapai Rp 285/menit.
Sebagai informasi, industri telekomunikasi tengah menunggu keputusan strategis yang akan diambil Menkominfo Rudiantara terkait penetapan biaya interkoneksi pasca keluarnya Surat edaran dengan nomor 1153/M.KOMINFO/PI.0204/08/2016 yang ditandatangani Plt Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Geryantika Kurnia tentang biaya interkoneksi. Keputusan akan diambil usai Rudiantara mengumpulkan semua petinggi operator pada Senin (29/8) dan berikutnya melakukan Rapat Kerja dengan Komisi I DPR pada minggu ini.
Ada Mispersepsi Antara Biaya Interkoneksi dan Tarif Seluler
Artikel Menarik Lainnya:
- "Ekonomi Digital? Tata Ulang Dulu Kebijakan Pita Lebar"
- Mahasiswa Indonesia Timur Ikut Soroti Kebijakan Interkoneksi
- Kebijakan Biaya Interkoneksi Harus Lebih Berimbang
- Biaya Interkoneksi yang Baru Tidak Bisa Diterapkan Tanpa Perjanjian B2B
- Pemerintah Perlu Hati-hati Menghitung Ulang Biaya Interkoneksi