Lelang Frekuensi 2,3GHz Masih Terkendala Hukum

ArenaLTE.com - Terkait adanya kendala hukum mengenai pelelangan frekuensi di spektrum 2,3GHz, yang pernah disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, di acara konferensi pers Indonesia LTE Conference (ILC), di Jakarta. Pemerintah disarankan untuk melelang frekuensi 2,1GHz terlebih dahulu,

 

Saran tersebut disampaikan Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB, Muhammad Ridwan Effendi, berdasarkan pengamatan dan pengalamannya dua periode menjabat anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

 

"Ada baiknya lelang dilakukan terpisah antara 2,1 GHz dan 2,3 GHz, sehingga untuk blok yang tidak mempunyai masalah hukum lelangnya didahulukan, sementara blok 2,3 GHz boleh ditunda. Toh, peserta lelang sudah jelas hanya empat operator," ujarnya.

 

Operator yang dimaksud adalah Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata, dan Hutchison 3 Indonesia. Keempatnya berpeluang segera memperebutkan sisa kanal frekuensi yang tersedia di spektrum 2,1 GHz dan 2,3 GHz untuk tambahan amunisi jaringan 3G dan 4G mereka.

 

Peluang itu pun terbuka sejak Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memastikan akan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) untuk tender kedua frekuensi tersebut pada Mei 2017.

 

"Di 2,3 GHz, karena masih ada isu hukum, ini kita mau bereskan dulu. Kita mau soal hukum itu satu untuk semua. Jadi sekali diambil putusan tak ada lagi masalah di lain waktu. Kita tetap optimistis pada Januari 2018 proses refarming dari dua spektrum itu kelar begitu tender selesai," kata Rudiantara.

 

Begitu Permen diteken dan kemudian spektrum frekuensi mulai dibuka untuk dilelang dari keempat operator itu, menurut Ridwan, semua memiliki peluang yang sama karena faktornya ditentukan oleh penawaran tertinggi.

 

Tapi karena di 2,1 GHz cuma ada dua blok kanal yang tersedia, kemungkinan yang akan menang hanya satu atau dua operator saja. Sehingga yang menjadi faktor utama menjadi pemenang, urgensi mendapat tambahan frekuensi serta dukungan finansial.

 

"Kalau diurut, yang perlu frekuensi itu Telkomsel, Tri, XL, baru Indosat. Kalau Telkomsel hanya bid satu blok, maka Tri pantas yang kedua karena paling kesulitan frekuensi. Tri pertumbuhannya relatif cepat setelah Telkomsel, terutama pelanggan data," papar Ridwan.

 

Tri sendiri saat ini hanya menguasai lebar spektrum 20 MHz, dimana 10 MHz di frekuensi 1.800‎ MHz dan 10 MHz lagi di 2,1 GHz. Sementara ketiga operator lainnya menguasai spektrum 900 MHz, 1.800 MHz, dan 2,1 GHz dengan lebar pita 40 MHz lebih.

 

"Secara obyektif, yang paling baik kondisi keuangannya ya Telkomsel. Yang lain kalau tidak didukung induknya, repot. Di tahun 2006, jelas Telkomsel yang paling berani bid paling mahal.

 

"Sementara kalau dari analisis, Indosat belum perlu tambahan. Tapi kalau ada peluang, tentunya Indosat akan ikut juga dong. Dugaan saya, induk perusahaan akan ngasih gelontoran," lanjutnya.

 

Sedangkan XL, tentunya juga akan memanfaatkan peluang ini untuk merebut kembali dua kanal yang mereka lepas di 2,1 GHz demi mendapatkan spektrum Axis Telekomunikasi Indonesia di 1.800 MHz lewat aksi merger akuisisi.

 

"Tapi kalau pemenangnya nanti hanya Telkomsel atau Tri, mereka tidak perlu komitmen lagi karena jelas akan dipakai untuk capacity," pungkas Ridwan.


Leave a Comment