Benturan Bisnis Dan Regulasi Jadi Polemik Kehadiran Netflix Di Tanah Air

ArenaLTE.com - Sejak resmi menghadirkan layanannya di Indonesia, kehadiran Netflix terus menuai kontroversi. Penyebab utamanya adalah banyaknya konten negatif yang ada di tayangan layanan penyedia video on demand tersebut. Sajian konten tersebut dinilai jauh dari karakter dan budaya bangsa Tanah Air, terutama beringgungan dengan SARA, Pornografi dan LGBT (Lesbian,Gay,Biseksual, dan Transgender).

Indonesia telah mengatur dan memiliki payung hukum terhadap konten-konten yang melanggar kesusilaan, termasuk pornografi. Mulai dari pasal 27 ayat 1 UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE hingga UU No.44 tahun 2008 tentang pornografi. Tentunya peraturan perundang-undangan tersebut berlaku secara menyeluruh,tak terkecuali Netflix. Walhasil, sejumlah ISP seperti TelkomGroup pun melakukan pembatasan akses terhadap layanan Netflix.

TelkomGroup, sebagai operator telekomunikasi dengan jumlah pelanggan terbesar di Indonesia sejak tahun 2016 hingga saat ini masih membatasi akses terhadap layanan Netflix di jaringannya, baik mobile di Telkimsel maupun fixed broadband di IndiHome dan Wifi.id. Ada beberapa hal yang menjadi concern Telkom saat itu, diantaranya memastikan konten yang dikomsumsi masyarakat aman dan jaminan kenyamanan layanan bagi pelanggan.

Ferdinandus Setu ( Nando ), Kepala Biro Humas Kementrian Kominfo, mengungkap ketika Netflix ingin beroperasidi Indonesia harus menutup akses terhadap konten-konten pornografi. "Kalau mereka (Netflix) mau beroperasi di Indonesia harus mematikan konten yang pornografi tadi, agar gak bisa diakses di Indonesia," Ujarnya

Menurut Ferdinandus, penutupan akses pornografi dilakukantak hanya sepihak. Artinya, harus ditutup untuk semua pihak, baik anak-anak maupun dewasa. Dirinya juga menegaskan setiap platfrom harus mengikuti payung hukun yang berlaku di Indonesia. Setidaknya, perlu ada komitmen dari platfrom untuk memblokir konten yang memuat pornografi.

Namun di tengah pembatasan akses terhadap Netflix ini, Kemendikbud justru mengandeng Netflix untuk memberikan pelatihan nulis film. Langkah Mendikbud ini pun kembali meramaikan polemik yang sudah ada. Pasalnya, Selain mengandung konten negative, status badan hukum Netflix tidak jelas. Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) mengenai Perdagangan Sistem Elektronik No.80/2019 yang baru, pemain seperti Netflix harus memiliki badan usaha tetap (BUT) di Indonesia.

Selain itu pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 35/2018 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Peraturan ini menjabarkan tentang keajiban perpajakan bagi perusahaan atau orang asing yang berbisnis di Indonesia, baik itu perusahaan konvensional maupun yang beroperasi secara digital.

Sebagi penyedia layanan konten digital Netflix juga harus mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia seperti badan hukum dan kantor perwakilan di Indonesia.

Dengan belum memiliki BUT, Netflix bebas melenggang dari aturan pajak. Bahkan tidak pernah melaporkan keuangan perusahaannya. Padahal jelas-jelas perusahaan asal negri paman sam itu, berbisnis di Indonesia.

Mengutip data statistika, Netflix memiliki 481.450 pelanggan di Indonesia pada 2019. Bahkan pelanggannya diperkirakan naik dua kali lipat pada tahu  2020 ini menjadi 906.800. Kendati demikian, pembayaran oleh pelanggan itu mengalir deras ke anak perusahaan Netflix di Belanda, yaitu Netflix International B.V.
Dengan asumsi paling konservatif, dimana 481.450 pelanggan di Indonesia berlangganan paket paling murah, maka Netflix B.V. meraup Rp.52,48 miliar per bulan. Artinya, selama setahun Indonesia sudah merugi Rp.629,74 miliar. Uang sebesar itu dengan mudah mengalir ke Ngeri Kincir Angin.

Leave a Comment