Kemudahan penggunaan, harga yang murah dan pembagian keuntungan yang lebih besar untuk operator, menjadi magnet yang menarik minat banyak orang untuk ambil bagian sehingga berdampak pada peningkatan serangan siber yang telah terjadi selama ini.
Hal tersebut dipertegas ESET di dunia bawah tanah siber selama 2017, dengan semakin banyaknya beredar Ransomware as a Service (RaaS), yakni layanan franchise ransomware yang ditawarkan kepada siapa saja dengan tawaran keuntungan berlipat ganda. Ransomware sendiri merupakan kejahatan siber bermotif ekonomi karena selalu meminta uang tebusan di setiap aksinya.
Dalam beberapa tahun terakhir kita bisa menyaksikan popularitas MaaS atau Malware as a Service saat ini menjadi bisnis yang paling "menyejahterakan" bagi penjahat siber di pasar gelap bawah tanah. Dengan munculnya beragam layanan seperti Ransomware as a Service (RaaS), DDoS as a Service, Phishing as a Service dan banyak lagi.
Menurut laporan dari Interpol Global Complex for Innovation (IGCI) di Singapura pada bulan April 2017 melibatkan penyelidik dari beberapa negara Asia Tenggara dalam berbagi informasi tentang situasi kejahatan siber tertentu, dalam sebuah operasi ditemukan hampir 9.000 server Command & Control (C2) di wilayah tersebut, menandakan Asia Tenggara menjadi sasaran tembak para kriminal digital dalam penyebaran malware.
Lalu apa artinya semua ini bagi pengguna komputer, baik secara personal maupun perusahaan:
- Akan ada lebih banyak serangan siber dengan lebih banyak orang menggunakan alat hacking dan menembak ke setiap arah untuk mendapatkan keuntungan cepat, perusahaan tentu saja akan menjadi target favorit.
- Alat serangan akan terus dikembangkan dan semakin canggih setiap tahunnya, dikomersialkan dan didistribusikan lebih cepat dari sebelumnya. Itu berarti sistem pertahanan akan menghadapi berbagai serangan dalam skala besar.
- Ilmu dan pengetahuan akan terus berkembang, itu artinya kemampuan hacker juga akan terus meningkat, sehingga malware juga semakin sulit dideteksi, memakan waktu dan membutuhkan pengalaman menganalisa.
ESET Indonesia beberapa waktu lalu menyajikan tulisan mengenai mulai ditemukannya Ransomware modifikasi buatan lokal di beberapa forum teknologi. Namun yang sering menjadi object jual beli adalah RAT (Remote Access Trojan), sebuah software kecil yang dapat memonitor seluruh aktifitas komputer yang menjadi korban.
Technical Consultant PT Prosperita – ESET Indonesia, Yudhi Kukuh saat dimintai keterangan mengenai komersialisasi kejahatan siber mengatakan “Kejahatan siber awalnya adalah kejahatan individu yang kemudian berkembang menjadi kejahatan teroganisir dan dikelola dengan profesional. Keuntungan yang besar menjadi pemikat bagi banyak simpatisan dari dunia bawah tanah untuk ikut terlibat. Akibatnya, serangan siber terus meningkat dari waktu ke waktu”
Selain itu, konsultan keamanan yang sudah lama berkecimpung di dunia siber ini juga menegaskan bahwa harus terus digalakkannya kesadaran keamanan siber pada masyarakat, karena dengan menyadari bahaya ancaman siber, masyarakat akan mencari tahu apa yang harus mereka lakukan agar terhindar menjadi korban. Dan ini menjadi tugas kita bersama dengan pemerintah untuk terus memberi informasi dan pengetahuan seputar keamanan siber.