Pertumbuhan Smartphone di Myanmar Seperti Dua Sisi Mata Pisau

ArenaLTE.com - ArenaLTE.com – Lonjakan pengguna smartphone yang kian besar di wilayah Myanmar meningkat signifikan. Data terakhir mencatat bahwa pelanggan seluler daerah tersebut meningkat sejak lima tahun belakangan. Dari data yang terkumpul, disebutkan bahwa negara ini memiliki pelanggan sekira 22 juta, lebih banyak dari data sebelumnya yang hanya mencapai 500 ribu. Namun sayang, pertumbuhan smartphone di Myanmar tidak serta membawa kebahagian karena ternyata juga menimbulkan polemik.

Myanmar sebelumnya masuk dalam negara dengan pertumbuhan smartphone dan pengakses internet paling lemah. Itu disebabkan karena infrastruktur internet yang buruk, seringnya pemadaman listrik, dan tarif listrik yang lemah. Sehingga 53 juta penduduknya tidak masuk dalam catatan yang sudah terhubung ke dalam dunia maya atau internet.

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kondisi saat ini telah mengubah Myanmar menjadi 180 derajat lebih baik. Penggunaan smartphone di negara ini dianggap telah mampu meningkatkan nilai sosial masyarakat. Informasi sudah mudah diakses dan diketahui setiap sudut orang di negara tersebut.

“Memiliki smartphone adalah peningkatan status sosial,” jelas Phyu Hninn Nyein, Manajer Bidang Pengetahuan Dampak Sosial di Design Proximity di Yangon, seperti dilansir dari laman NPR, Selasa (15/09/2015).

Dirinya mengungkapan bahwa seseorang yang memiliki smartphone akan memamerkannya dengan selalu memegangnya. ”Mengingatkan bahwa setidaknya ada satu smartphone disetiap rumah tangga, bahkan tidak sedikit rumah memiliki lebih dari satu,” tambah Phyu Hninn.

Awal Lemahnya Pertumbuhan Pengguna Smartphone

smartphone thailandSebelum meningkat pesat seperti sekarang ini, pada 2009 Myanmar tercatat berada dalam kendali militer. Bahkan, pengaturan penggunaan SIM Card untuk ponsel diatur oleh pihak Pemerintah, saat itu harga untuk satu SIM Card bisa mencapai USD2000 atau sekira Rp.28 juta (Kurs dollar RP.14000). Hanya tercatat 1 persen dari populasi seluruh penduduk Myanmar yang memiliki ponsel, karena jika dibanding rata-rata pendapatan atau gaji penduduknya, hanya sekira USD200 per bulan.

Level harga yang melambung tinggi tersebut terjadi terus menerus hingga beberapa tahun, bahkan 2013 harga SIM card tercatat masih berada di level harga USD250  atau sekira Rp.3,5 juta. Menurut World Bank, Myanmar tercatat sebagai negara dengan proliferasi terendah di dunia bahkan jauh dibandingkan dengan Korea Utara yang juga sistem pemerintahannya memegang kuat kendali negara.

Pertumbuhan Pengguna Smartphone yang Mulai Signifikan

Setelah dua tahun harga SIM card yang terlalu tinggi itu ditinggalkan penduduk, sekira 2014 datanglah dua perusahaan asing yang menjual SIM card dengan paket data yang diaktifkan melegang di pasar. Penjualan kartu SIM tersebut dibanderol sekira USD1,50 atau sekira Rp21 ribu, maka permintaan pasar cukup besar dan deras di Myanmar.

pertumbuhan smartphone thailandSejak ekspansi dua perusahaan asing tersebut, pertumbuhannya mulai terlihat di Myanmar. Pasar Android Cina mulai hidup, bahkan ponsel robot hijau ini sudah menjadi pemandangan umum di seluruh pelosok negeri. Pemerintah memperkirakan sekira 80 persen dari populasi penduduknya pada akhir tahun fiskal 31 Maret, telah menggunakan ponsel pintar. Bahkan hal tersebut diiringi dengan semakin majunya infrastruktur di Myanmar.

Smartphone dianggap memiliki banyak manfaat yang membantu penduduk di segala bidang, termasuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan pertanian, kesehatan dan bantuan bencana yang datang dengan cepat karena meluasnya informasi.

Polemik Pertumbuhan Smartphone

Mudahnya akses informasi dalam genggaman memang memberikan banyak manfaat positif pengguna, seperti halnya Myanmar yang mengakui bahwa dengan adanya smartphone penyebaran informasi menjadi lebih mudah. Agustus beberapa waktu lalu, Myanmar diserang banjir deras yang mengakibatkan 100 orang tewas serta 1,3 juta penduduk lainnya terluka dan mengalami banyak kerugian materi dan non materi.

Akses informasi dari smartphone dan terhubungnya internet telah dirasakan Pemerintah, pekerja dan bantuan dari beragam arah berdatangan membantu dan mencari korban banjir. “Saya telah melihat banyak upaya bantuan yang dilakukan melalui smartphone,” jelas Phyu Hninn Nyein.

Sedangkan di sektor pertanian, penggalian informasi menjadi ilmu yang selalu dipakai para petani. Jim Taylor, pendiri Designs Proximity, mengatakan pihaknya adalah piloting sebuah aplikasi yang akan memungkinkan petani kecil-plot untuk memiliki akses ke agronomi dan panduan referensi untuk pertumbuhan sistem pertanian Myanmar.

Namun sayang, meski banyak membawa manfaat positif besar bagi masyarakat Myanmar, dampak negatif pertumbuhan dan penyebaran informasi turut dirasakan negara ini. Adopsi smartphone dan media sosial diungkapkan turut andil dalam masalah yang terjadi di Myanmar.

Penyebaran informasi yang masih sebatas rumor, tersebar dengan mudah dan luas sehingga memberikan dampak negatif masyarakat. Seperti halnya tentang biksu Ashin Wirathu yang begitu kuat beredar di Facebook yang dikutip sebagai penyebab kerusuhan anti-muslin di Burma tahun lalu.

"Ada rumor yang belum dikonfirmasi tentang seorang wanita Buddha diperkosa oleh pemilik toko teh, yang kebetulan adalah penduduk Muslim," ujar Kenneth Wong, penulis dan blogger Burma – Amerika, menceritakan. Seseorang dengan mudah berbagi sumber informasi yang masih diragukan tersebut, sehingga menyebar luas dan memberikan efek yang menyeramkan.

Namun kini, Pemerintah dan Masyarakat Myanmar menyadari bahwa mudahnya penyebaran informasi bagai sebuah mata pisau. Di satu sisi memiliki keuntungan penggunaan untuk hal yang tepat, namun disisi lain dapat digunakan sebagai senjata yang menakutkan.

Banyak kalangan akhirnya mengampanyekan tema baru persahabatan, hal itu dikenal dengan Panzagar atau ‘Bunga ucapan’ untuk mendorong pengguna internet Myanmar untuk berpikir tentang konsekuensi dari apa yang mereka ucapkan melalui media sosial.

Kini, para aktivis dan pengguna internet meluaskan tagar #MyFriend dengan gambar atau foto kebersamaan penduduk menggunakan baju keagamaan beragam. Hal tersebut ditunjukkan bahwa Myanmar adalah negara yang ramah untuk semua etnis.

Bagaimana dengan Indonesia? Kondisinya sebenarnya tidak jauh berbeda. Sebagai negara yang sama-sama berkembang dan ekonominya menggeliat, ke dua negara ini mengalami pertumbuhan pengguna smartphone yang signifikan. Indonesia dikenal sebagai salah satu pasar smartphone terbesar di dunia.

Meski demikian, tumbuhnya adopsi ponsel pintar tidak selalu liner dengan penggunanya yang semakin pintar. Memang banyak manfaat yang diperoleh dari smartphone sehingga bisa meningkatkan kualitas taraf hidup penggunanya. Namun tak sedikit juga yang justru terjebak oleh banjir informasi. Sehingga gampang termakan isu. Perlu edukasi terus menerus kepada pengguna terutama masyarakat. Agar bisa memanfaatkan layanan digital yang ada di smartphone dengan benar.

Leave a Comment