ArenaLTE.com - Ada sas-sus sedap dari industry telekomunikasi dan teknologi dunia. Dua raksasa teknologi, Nokia dari Finlandia dan Ericsson dari Swedia, dikabarkan mau menggabungkan kekuatan. Langkah itu dilakukan demi menghadapi keperkasaan raksasa teknologi Cina, Huawei. Kabar itu pertama kali ditiupkan Bloomberg.
Jadi, meski berada di benua Eropa sana, Nokia sepertinya menyadari pepatah “Bersatu Kita Teguh – Bercerai Kita Runtuh”. Meski “pernah” punya nama besar, nyatanya Nokia terseok dalam perlombaan teknologi 5G. Tertinggal jauh dari Huawei yang sepak terjangnya di pasar Eropa begitu mendominasi.
Padahal, pasar Eropa adalah kampung halamannya Nokia –dan juga Ericsson. Padahal pula, Huawei tengah menghadapi tekanan berat dari Amerika. Yang terakhir ini malah berusaha mempengaruhi konco-konco Eropanya untuk menjegal Huawei. Toh, tetap saja Nokia tak berdaya menghadapi sepak terjang Huawei.
Kinerja buruk setahun belakangan, ditambah dengan nilai saham yang anjlok hingga sepertiga, membuat Nokia harus mengambil langkah strategis, agar tak semakin terpuruk. Langkah pertama adalah mengganti Chairman, yang tadinya dijabat Risto Siilasmaa dengan Sari Baldauf. Berikutnya, mengganti Chief Executif Officer, Pekka Lundmark akan menggantikan Rajeev Suri pada September mendatang.
Selain melakukan penggantian pucuk pimpinan, satu team yang terdiri dari para penasehat ahli ditugaskan untuk mencari solusi yang paling memungkinkan untuk menjadi opsi “memperbaiki” kondisi perusahaan. Nah, di antara solusi yang bisa dijadikan opsi, antara lain menjual sejumlah asset perusahaan. Atau merger!
Bloomberg tak menyebut sumber isu merger tersebut. Namun menyusul menyeruaknya isu merger, nama Ericsson dikait-kaitkan sebagai pihak yang berpotensi diajak merger. Perusahaan teknologi asal Swedia itu memang notabene menjadi pesaing Nokia. Tetapi Ericsson juga menghadapi tekanan berat dari Huawei, meski sedikit beruntung dibanding Nokia. Jadi, kenapa tak bergabung saja untuk menggalang kekuatan menghadapi “musuh” dari Asia yang bernama Huawei itu.
Diyakini, bergabungnya kedua raksasa teknologi asal Eropa itu, akan memberi kekuatan untuk menghadapi persaingan. Khususnya dalam perlombaan 5G. Nokia dan Ericsson punya kelebihan yang bisa saling melengkapi satu sama lain.
Tapi bagaimanapun, langkah merger itu masih berupa opsi. Belum tentu juga Nokia mau mewujudkannya. Beberapa pengamat juga bilang, lebih mudah dan lebih menguntungkan bila mengabil opsi menjual asset yang, tinimbang merger dengan Ericsson.
Sebab, melakukan merger tidaklah semudah membalik telapak tangan. Banyak proses persetujuan transaksi dan integrasi yang harus dilakui, yang mungkin memakan waktu tahunan sebelum mendapat persetujuan pihak berwenang. Jelas itu malah akan menguntungkan Huawei, yang seperti dibiarkan bebas sendirian selama kedua perusahaan pesaingnya itu sibuk dengan urusan merger.
Meskipun di lain sisi, merger juga bisa menjadi cara jitu. Contoh kasus adalah Konsorsium Airbus, yang merupakan gabungan dari industry-industri aviasi Eropa. Merger dilakukan sebagai strategi menghadapi Boeing, raksasa aviasi dari Amerika yang negitu mendominasi pasar dunia. Hasilnya? Seperti yang kita lihat saat ini, Airbus mampu menyaingi dominasi Boeing. Bahkan di beberapa aspek bisa mengungguli rival dari seberang benua itu.
Nokia Bakal Merger dengan Ericsson Demi Hadapi Huawei, Bener Nih?
Artikel Menarik Lainnya:
- Nokia 5.4 Meluncur, Ini Spesifikasi Dan Fiturnya!
- Perkuat Bisnis Smartphone 5G, HMD Global Pemegang Nokia Dapat Suntikan Dana USD230 Juta
- Reborn! Nokia 5310 Xpress Music Lahir Kembali, Cek Fitur Barunya!
- Nokia Kehilangan Partner di Sektor Kamera
- Kerjasama, Pengemudi BlueBird Kini Gunakan Smartphone Nokia