Wajah tua tersebut terlihat sangat otentik dan mirip dengan wajah asli. Umumnya pada pemilik foto menyunting foto mereka menggunakan aplikasi bernama FaceApp.
Namun di tengah hiruk-pikuk penggunaan FaceApp, merebak isu terkait keamanan privasi pengguna. Pasalnya FaceApp ternyata bisa saja menyebarkan, menyimpan, bahkan menjual foto pengguna untuk tujuan komersial meski foto tersebut telah dihapus.
Tak hanya itu, menurut para politis partai Demokrat di AS, FaceApp digunakan sebagai alat untuk mengganggu pemilu presiden di AS pada 2020 mendatang.
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha, mengatakan ada beberapa klausul tentang kepemilikan foto yang kemudian dikaitkan dengan keamanan privasi penggunanya.
"Secara umum sebenarnya apa yang dituangkan di ketentuan FaceApp adalah hal yang biasa dan banyak dilakukan aplikasi lainnya. Seperti permintaan untuk mengakses kamera ataupun kontak penggunanya," kata Pratama.
Untuk itu, lanjut Pratama, pengguna harus berhati-hati dan membaca ketentuan-ketentuan yang ada secara menyeluruh sebelum menggunakan aplikasi.
Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC
Tidak hanya FaceApp, juga termasuk layanan aplikasi lainnya yang akan digunakan. Namun, bagian ketentuan tersebut biasanya diabaikan pengguna dan cenderung buru-buru untuk menyetujuinya.
Dalam konteks ini, FaceApp adalah aplikasi gratis yang tentunya membutuhkan pemasukan. Salah satunya dengan mungkin menjual foto pengguna untuk tujuan komersial.
“FaceApp juga sudah memberikan klarifikasi foto yang diupload ke server mereka berguna untuk proses editing. Jadi memang editingnya berada di cloud bukan di smartphone. Itu sebabnya FaceApp harus digunakan dengan koneksi internet,” terang pria kelahiran Cepu tersebut.
FaceApp hanya mengirimkan foto yang akan diedit ke server mereka. Seorang peneliti siber asal Prancis, Baptiste Robert telah mengecek kemanan "larinya" foto-foto yang diupload ke FaceApp.
Semua foto dikirim ke server FaceApp. Server tersebut bukan di Rusia, melainkan di data center milik Amazon. Hal ini sekaligus menjawab kekhawatiran terhadap penggunaan FaceApp.
Bahkan FaceApp memberikan fitur khusus bila penggunanya ingin fotonya dihapus permanen dari servernya. FaceApp sendiri selalu menghapus foto setelah 48 jam. Tentunya untuk mengurangi beban data centernya.
FaceApp juga tidak mengambil foto yang ada di smartphone kita, seperti isu yang santer diberitakan.
"Secara sekilas sebenarnya FB, IG, Google jauh lebih berbahaya bagi privasi kita dibandingkan FaceApp, paling ramai kasus cambridge analytica. Namun untuk meminimalisir potensi bahanya, sebaiknya orang-orang penting tidak menggunakan aplikasi ini," jelas Pratama.
Seperti halnya di beberapa negara terdapat himbauan khusus kepada para pejabat atau anggota militer untuk tidak menggunakan media sosial dan aplikasi serupa.
Bahkan banyak instansi pemerintah terkait pertahanan yang smartphonenya tidak dilengkapi kamera sama sekali.
“Hikmah dari peristiwa ini adalah masyarakat jadi mulai mengikuti isu keamanan data pribadi. Bahwa sebenarnya memakai smartphone juga berarti mengekspos privasi kita,” jelasnya.