Kemenkominfo resmi melahirkan Permen Kominfo no.14 tahun 2017 sebagai perubahan dari Permen Kominfo no.12 tahun 2016 tentang registrasi pelanggan jasa telekomunikasi. Pokok dari Permen yang baru adalah kewajiban melakukan registrasi ulang dengan nomor induk kependudukan (NIK).
Lalu juga setiap orang maksimal hanya mempunyai tiga nomor seluler dengan nomor NIK yang sama, sedangkan untuk nomor keempat harus mengunjungi gerai operator yang bersangkutan. Para provider diwajibkan mengikuti aturan ini, Kominfo sendiri menyiapkan sanksi bagi provider yang tidak patuh.
Manfaat adanya registrasi ulang nomor prabayar dengan NIK ini dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa layanan telekomunikasi terhadap tindakan kejahatan dan aksi-aksi penyalahgunaan yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Termasuk menghindari kejahatan terorisme, penipuan, informasi spamming, kejahatan siber dan sebagainya, sehingga masyarakat sebagai pelanggan telekomunikasi selular juga semakin nyaman dalam menggunakan jasa layanan telekomunikasi.
Dan bagi operator dapat semakin mudah menyediakan layanan bagi pelanggan misalnya untuk transaksi online dan non tunai. Data pelanggan tersebut dapat digunakan untuk kepentingan keuangan inklusif atau penyaluran dana atau bantuan pemerintah dan hal hal lain sejenisnya.
Dalam keterangannya Sabtu (14/10), pakar keamanan siber Pratama Persadha menyambut baik langkah Kominfo ini. Menurutnya Indonesia sudah cukup menjadi bulan-bulanan para pelaku kejahatan siber yang banyak memanfaatkan kebebasan membeli nomor seluler prabayar.
Dalam beberapa penggerebekan oleh aparat kepolisian memang ditemukan barang bukti nomor prabayar yang jumlahnya bisa ratusan bahkan ribuan digunakan oleh para pelaku kejahatan.
Kendala Teknis Peraturan Baru Registrasi Ulang Nomor Prabayar
“Langkah ini sudah baik, namun memang pelaksanaan teknis di lapangan tidak mudah. Berbeda dengan Singapura yang penduduknya tak seberapa banyak, Kominfo juga harus memikirkan apakah dalam waktu yang kurang dari 20 hari ini Permen ini bisa efektif dilaksanakan,” jelas chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Research Center) ini.Pratama menjelaskan kewajiban memakai NIK KTP ini ada banyak celah di pelaksanaan teknis. Mulai dari siapa yang memang berhak melakukan registrasi. Di luar negeri pendaftaran nomor seluler langsung di gerai milik provider.
“Salah satu celah pelaksanaan paling rawan adalah terkait informasi NIK. Karena selain si pemilik KTP sendiri, kita ketahui banyak lembaga maupun individu yang memegang informasi, fotocopy bahkan foto asli KTP. Mereka ini bisa saja mendaftarkan nomor dengan NIK oran lain,” terang pria asal Blora Jawa Tengah ini.
Ditambahkan Pratama bila ada penyimpangan pelaksanaan dibawah terutama penyalahgunaa NIK, tentu akan menimbulkan masalah baru. Akan banyak laporan pemilik NIK yang tidak bisa mendaftarkan nomornya, karena sudah maksimal terdaftar tiga nomor, didaftarkan oleh pihak tak bertanggungjawab.
“Banyaknya kerawanan di pelaksanaan teknis bukan berarti ini mustahil. Harus dilakukan integrasi dengan e-KTP dan ada sertifikat digital bai warga negara. Nantinya akan sangat berguna mewujudkan Single Identity Number, seluruh urusan informasi dan administrasi menjadi satu di e-KTP. Aman karena ada otentikasi dari sertifikat digital yang dimiliki tiap warga negara,” jelasnya.
Dengan regulasi yang ada saat ini, masyarakat hanya bisa melakukan registrasi. Unregistrasi masih belum difasilitasi. Padahal ini penting, mengantisipasi adanya nomor asing yang didaftarkan oleh orang lain.
Juga sebagai fasilitas saat masyarakat ingin berganti nomor. Apalagi ada praktek daur ulang nomor oleh provider. Nomor yang hangus kembali lagi dijual, sehingga masyarakat perlu fasilitas melakukan unregistrasi nomor seluler prabayar.