ArenaLTE.com - Bisnis di Tanah Air terus bergerak melakukan digitalisasi. Salah satunya dengan memanfaatkan layanan cloud. Nah, terkait kondisi ini ternyata hampir separuh bisnis di Indonesia memindahkan kembali workloads mereka dari public cloud ke On-Premises.
Survei global menunjukkan jika transformasi digital terus melaju di Indonesia dan bisnis masih bergelut mencari strategi optimal. Pure Storage, vendor terkemuka untuk platform data all-flash independen untuk era cloud masa kini menyampaikan hasil riset berskala global, bertajuk Evolution.
Dalam riset ini terungkap bahwa sebanyak hampir 70 persen dari 200 bisnis di Indonesia yang terjaring sebagai responden menuturkan bahwa lebih dari separuh pendapatan yang mereka kantongi dihasilkan dari arus-arus digital pada bisnis mereka. Hasil ini lebih tinggi dari angka rata-rata yang tercatat untuk kawasan Asia Pasifik dan Jepang, yakni sebesar 46 persen.
Meskipun saat ini Indonesia masih berada di tahap awal perjalanan digitalisasi, namun bisnis-bisnis terkoneksi tampaknya makin gencar memperkukuh strategi digital mereka. Hal ini tentu membawa imbas yang cukup signifikan dari sisi ekonomi. Dengan beralih ke digital, Indonesia diharapkan bisa meraup hingga USD 150 miliar per tahun pada tahun 2025.[1] Teknologi-teknologi yang tengah naik daun, seperti Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), serta machine learning menjadi pemicu bagi bisnis dalam mempercepat kesuksesan mereka beralih ke digital serta mendukung mereka dalam mengubah cara mereka mengoperasikan bisnis di tengah ekonomi digital saat ini.
Menurut survei independen yang menjaring lebih dari 9.000 responden yang berasal dari kalangan pemimpin IT di organisasi-organisasi di seluruh dunia, mencakup 3.000 orang yang berasal dari perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik dan Jepang, tercatat sebanyak 79 persen bisnis di Indonesia bergantung pada layanan-layanan digital dalam rangka mempercepat inovasi. Sementara itu, sebanyak 71 persen dari mereka yakin bahwa langkah tersebut akan mendukung mereka untuk tetap unggul dan kompetitif di kancah persaingan pasar yang kian sengit.
Namun di sisi lain, di tengah maraknya serbuan digital ini, bisnis-bisnis di Indonesia masih gamang dan belum pasti soal penerapan strategi IT yang optimal sebagai landasan yang mendukung mereka untuk bergegas menuju digitalisasi. Masih banyak juga yang kurang jelas mengenai siapa yang harus mengemban tanggung jawab terkait kesuksesan penyelenggaraannya:
Kompleksitas terkait hal-hal teknis dianggap sebagai kendala utama yang menghambat mereka dalam melaksanakan transformasi digital dan dianggap sebagai penghalang terbesar mereka beralih ke solusi-solusi digital, seperti disampaikan oleh 59 persen bisnis di Indonesia. Rendahnya digital skillsets dianggap sebagai kendala terbesar berikutnya, seperti dituturkan 49 persen responden.
Bisnis-bisnis di Indonesia tercatat mengoperasikan 36 persen dari aplikasi yang mereka gunakan di public cloud, 32 persen secara on-premises dan SaaS, dan sementara itu 31 persen di area private cloud.
Terlepas dari ketergantungan mereka pada public cloud, 46 persen perusahaan-perusahaan di Indonesia yang mengoperasikan workload mereka di lingkungan public cloud kini telah memindahkan sebagian ataupun keseluruhan dari workload kembali ke on-premises. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata perusahaan-perusahaan di seluruh kawasan APJ yang hanya mencatatkan angka sebesar 38 persen.
On-premises storage tampaknya akan makin banyak digunakan oleh bisnis-bisnis yang lebih terdorong secara digital. Sebanyak 61 persen perusahaan Indonesia yang separuh lebih pendapatannya diraup dari layanan-layanan digital berpandangan optimis bahwa pemanfaatan on-premises akan kian bertumbuh pada 18 bulan ke depan, sementara hanya 41 persen saja perusahaan yang kurang dari separuh pendapatannya dihasilkan dari layanan digital memiliki tingkat optimisme yang sama.
Keamanan dianggap sebagai kendala terbesar layanan public cloud bagi perusahaan di Indonesia, seperti dituturkan 58 persen responden, kemudian disusul aspek kesiagaan atau availability sebesar 36 persen, serta faktor performa sebesar 31 persen.
Lebih dari 60 persen departemen IT perusahaan di Indonesia mengungkapkan bahwa sejawat mereka di departemen lain, seperti di divisi product management, customer service, dan marketing dianggap memiliki pengaruh yang lebih signifikan terkait keputusan-keputusan teknologi kunci di perusahaan.
“Jelas bahwa transformasi digital bukan gembar-gembor semata. Ini nyata adanya dan benar-benar terjadi. Transformasi digital akan berimbas pada seluruh bisnis di kawasan ini dalam jangka waktu beberapa tahun mendatang, sehingga memaksa mereka untuk berhitung kembali soal cara dan waktu mereka dalam mengkoleksi serta memanfaatkan data,” tutur Chua Hock Leng, Managing Director for ASEAN and Taiwan, Pure Storage.
Chua Hock Leng menuturkan lebih lanjut, “Keunggulan yang dahulu dirasakan oleh organisasi perusahaan atas penerapan public cloud, kini tak lagi menjadi domain public cloud semata. Bisnis perlu memahami bagaimana mereka dapat memanfaatkan seluruh ekosistem data — baik cloud maupun on-premises — untuk menaruh data agar dapat dioperasikan dengan baik, serta menggali seluruh insight agar dapat menyuguhkan hasil terbaik seperti yang diidamkan oleh pelanggan.”
Riset bertajuk Evolution 2017 ini juga menyoroti beragam temuan menarik lainnya:
Tren yang menunjukkan bisnis mulai mengalihkan workload mereka dari public cloud kembali solusi-solusi on-premises tak hanya dialami oleh mereka yang bergerak di Indonesia saja. 78 persen bisnis di Vietnam juga mengalami hal yang sama dan angka tersebut merupakan yang tertinggi di kawasan APJ - sementara 48 persen bisnis di Thailand juga melakukan hal yang sama.
Perusahaan-perusahaan di Australia dan New Zealand masih memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai solusi cloud. 50 persen bisnis berencana memindahkan business critical workloads mereka ke public cloud dalam jangka waktu 18-24 bulan ke depan, dan selebihnya berencana mengadopsi solusi-solusi private cloud.