Ericsson Kembangkan Teknologi Anti Pencurian Smartphone

ArenaLTE.com - Masih ingat Ericsson? Nama ini pernah berkait dengan Sony Mobile, yang kolaborasinya menghasilkan ponsel-ponsel dengan brand Sony Ericsson, yang pernah cukup popular. Kini kolaborasi itu sudah bubar. Sony kembali focus pada industry entertaintment dan tetap mencoba mengibarkan produk smartphone dengan brand Sony Mobile. Sementara Ericsson, kembali memusatkan perhatian pada teknologi.
 
Nah, baru-baru ini Ericsson mencoba mengembangkan sistem dan teknologi untuk mencegah pencurian ponsel. Bukan ide baru sih, sebenarnya. Karena soal pencurian smartphone ini sudah jadi isu lama yang jadi momok para pemilik ponsel.
 
Pun sebenarnya para pabrikan ponsel sudah mencoba mengatasi ini, dengan membenamkan beragam teknologi anti pencurian. Bahkan ada pula teknologi untuk melacak keberadaan ponsel yang dicuri. Termasuk Google, yang menyediakan fitur Find My Device.  Sebuah brand lokal, Advan, melangkah lebih jauh dengan melengkapi lini produknya dengan security system, yang bisa memotret wajah pencuri, dan mengirimkan fotonya ke email pemilik.
 
Tapi yang dikembangkan Ericsson sedikit berbeda. Bila sistem dan teknologi yang ada, lebih banyak untuk melacak keberadaan ponsel curian, serta mencegah ponsel curian dapat digunakan dan mengamankan data dari ponsel yang dicuri –yang faktanya masih bisa diakali para pencuri dan ponsel tetap bisa dipakai orang lain. Teknologi yang dikembangkan Ericsson lebih bersifat preventif, pencegahan pencurian.
 
Seperti dilansir laman Phone Arena, Ericsson mengembangkan sistem anti pencurian yang dinamakan “Adaptive Friction”. Teknologi ini memang baru tahap konsep tapi sudah didaftarkan ke kantor hak paten. Dalam dokumen paten itu, dijelaskan bagaimana sistem ini bekerja untuk mencegah ponsel dicomot pencuri.
 
Pada dasarnya, smartphone-smartphone mutakhir dibekali dengan bermacam sensor. Ada light sensor, motion sensor, camera, gyroscope dan lain-lain. Sensor-sensor ini berfungsi untuk mendeteksi perilaku pengguna, serta keadaan di mana ponsel diletakkan, dalam saku, di atas meja, dan sebagainya.
 
Nah, Ericsson kemudian mengembangkan kemampuan sensor ini lebih jauh lagi, bisa mendeteksi apakah tangan yang memegang ponsel adalah tangan si pemilik, atau orang lain. Dengan cara, menganalisa cara dan karakter genggaman orang tersebut. Bahkan bisa menganalisa data biometric, seperti detak jantung dan membandingkannya dengan data detak jantung pemilik (ponsel).
 
Jadi, ketika ponsel menganalisa bahwa yang sedang menggenggam itu bukan pemilik, mmaka ponsel akan mulai bergetar dengan frekuensi ultrasonic. Getaran ini akan membuat ponsel menjadi licin dan susah dipegang. Dan sulit dicomot dari saku (pemilik) –sekalian memberi warning pada pemilik dengan getarannya tersebut.
 
Sebaliknya, bila dipegang oleh pemilik, sistem ini justru memberikan efek menambah kokoh genggaman, sehingga ponsel tak mudah tergelincir dari tangan ketik digunakan. Jadi, meskipun masih di atas kertas, teknologi yang dikembangkan Ericsson ini kedengarannya menarik.
 
Meskipun memang, hal itu perlu pembuktian lagi. Sebab, biasanya teknologi yang dipatenkan tak selalu sesuai dengan konsepnya. Kadang-kadang malah berubah, atau malah tak jadi diterapkan sama sekali. Lagipula, masih ada hal-hal yang perlu dipertanyakan diperjelas lagi sebelum sistem ini diwujudkan.
 
Misalnya, apakah sistem ini akan bekerja ketika tangan si pencuri dibalut dengan sarung tangan? Bagaimana bila si pencuri mencomot ponsel yang digeletakkan di meja? Apakah efek getarnya akan berfungsi optimal bila ponsel memakai casing? Lepas dari itu, penemuan-penemuan seperti ini memang membuat industry ponsel lebih semarak.

Leave a Comment