ArenaLTE.com - Banyak orang bertanya-tanya, kenapa ZTE yang notabene adalh salah satu raksasa industry dan penguasa teknologi, seperti melempem dalam perlombaan industry smartphone. Padahal, industry elektronik yang bermarkas di Shenzhen, Cina, ini punya lini produk yang tak kalah dengan pesaing-pesaing mereka, yang saat ini sedang naik daun. Bahkan kalah dengan pemain-pemain baru semacam Xiaomi, Oppo dan Vivo.
 
Tenggelamnya ZTE mungkin sebagai akibat dari sanski yang mereka terima pada 2017 dan 2018 lalu. Ketika itu ZTE terkena “hukuman” dari Pemerintah AS, karena melanggar larangan berbisnis dengan Iran dan Korea Utara. Sama seperti sanksi yang dijatuhkan kepada Huawei saat ini, ZTE tak diperkenankan membeli komponen yang dibuat perusahaan Amerika –antara lain chipset, Android dan sebagainya.
 
Sanksi itu membuat ZTE kelabakan, dan terpaksa menghentikan sementara operasinya di AS. Agar tetap bisa melanjutkan bisnis, ZTE lebih memilih membayar denda kepada AS, sebagai kompensasi pencabutan sanksi. Besarnya US$1 miliar (kurang lebih Rp14 triliun).  Mereka juga harus membayar uang jaminan sebesar US$400 juta (sekitar Rp5.6 triliun) –uang ini akan dikembalikan bila ZTE memenuhi komitmennya untuk tak melakukan hal serupa. Sanksi tambahannya, ZTE harus merombah susunan direksi, dan pemilihan direksi baru harus melibatkan AS.
 
Itu jelas memporak-porandakan keuangan ZTE. Setelah menghadapi semua masalah tersebut, ZTE mencatat kerugian hingga US$1.1 miliar (sekitar 14 triliun lebih). Banyak orang mengira, ZTE tak akan mampu bangkit lagi setelah didera kerugian sedemikian besar. ZTE diperkirakan akan menghilang dari sejarah.
 
Tetapi, dalam sebuah wawancara di stasiun televisi Cina, CCTV, Xu Ziyang, CEO ZTE, menepis semua pesimisme itu. Xu yang diangkat menjadi CEO pada tahun lalu itu, mengatakan, ZTE sudah kembali ke jalur, dan tumbuh untuk menjadi kekuatan utama di industry 5G.
 
Xu mengatakan, ZTE tak kehilangan semangat dan antusiasme pada bidang penelitian dan pengembangan (R&D). Meski mereka harus memotong anggaran di banyak bidang lain, termasuk anggaran marketing yang sebenarnya menjadi ujung tombak, tahun lalu ZTE membelanjakan Rp20 triliun lebih untuk R&D.   
 
Hasilnya, kata Xu, pencapaian pada pengembangan 5G cukup mencengangkan. Perusahan sudah melakukan banyak hal, di tengah kesulitan yang dihadapi pada tahun lalu itu. Xu mengungkapkan, berdasarkan statistic IPlytics per pertengahan Juni ini, ZTE sudah mendapat paten dari ETSI (European Telecommunication Standardization Association) 1424 3GPP 5G SEP (standard essential patent). Untuk itu, ZTE berhasil menjadi salah satu dari tiga besar perusahaan di dunia dengan paten 5G.
 
Sebagai tambahan, ZTE telah berhasil mengembangkan chip 5G berbasis teknologi 7 nm, dan sudah masuk ke tahap produksi massal. Dan sekarang, mereka melangkah lebih jauh dengan pengembangan chip 5G berteknologi 5 nm. Ini adalah inovasi paling mutakhir, dan siap membawa teknologi 5G ke level berikutnya.