ArenaLTE.com - Dalam gelaran Huawei Media Camp 2021 di Raja Ampat, Papua Barat, akhir November lalu, Fabby Tumiwa, Executive Director IESR sekaligus Ketua Asosiasi Energi Matahari Indonesia, mengungkapkan, ruang untuk menampung emisi karbon di bumi tinggal sedikit lagi.
 
Peningkatan emisi karbon yang massif, membuat bumi mengalami peningkatan suhu, yang memicu adanya perubahan iklim. Karenanya, pada konferensi perubahan iklim dunia yang d digelar di Glasgow, Inggris, pada awal November lalu, negara-negara peserta berkomitmen untuk menahan laju kenaikan suhu global sebesar 1.5 derajat celcius saja. 
 
Salah satu penyumbang emisi karbon terbesar adalah sektor energy. Penggunaan batubara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) serta penggunaan bahan bakar fosil (BBM), adalah di antaranya. Karena itu, disepakati untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fossil dan batubara untuk PLTU.
 
Indonesia sendiri, berkomitmen melakukan transisi energy, dari bahan bakar dengan emisi karbon tinggi, kepada energy ramah lingkungan dan terbarukan. Menurut rencana, PLTU 9.2 GW bakal dipensiun dini sebelum 2030 nanti. Namun, hanya 40% yang digantikan oleh EBT (energy baru terbarukan). 
 
Situasi genting terkait perubahan iklim dunia ini, juga mendapat perhatian serius dari Huawei. Raksasa teknologi asal Cina ini, ikut mengakselerasi transisi energy dengan menyediakan teknologi yang ramah lingkungan. Di antaranya adalah teknologi baterai dan advance inverter.
 
Kedua teknologi tersebut mampu mendukung pengoperasian PLTS (pembangkit listrik tenaga surya), sebagai pengganti ideal sebuah PLTU. Dengan dukungan teknologi penyimpanan energy (battery) yang advance, PLTS dapat menyediakan listrik selama 24 jam penuh. Ditambah dengan teknologi inverter terbaru, membuatnya menjadi lebih layak secara teknis dan ekonomis.
 
Teknologi ini sudah dipakai oleh Arab Saudi, untuk proyek PLTS di dekat Laut Merah. Ini adalah proyek baterai yang tersambung grid terbesar di dunia. Algoritma grid forming membuat PLTS + BESS memberikan pasokan listrik secara stabil, tegangan dan frekuensi yang terjaga, fungsi black start, mampu beradaptasi pada tegangan yang sangat rendah. 
 
Selain mendukung pasokan energy yang ramah lingkungan, Huawei juga menggarap proyek mobil listri. “Yang kami produksi adalah sistem pada mobil listrik itu. Bukan produksi mobilnya,” ungkap Ken Qi, Vice President and Business Environment Subsidiary Board Director Huawei Indonesia. 
 
Sistem yang dirancang Huawei ini mampu meningkatkan performa mobil listrik secara signifikan. Teknologi rancangan Huawei ini mampu memperpanjang jarak jelajah mobil listrik. Teknologi electric drive system 88% lebih efisien dibanding teknologi yang ada. Juga memberikan suara mesin yang lebih senyap, lewat teknologi Motor Noise Suppresion (78 dB berbanding 83 dB).
 
Sokongan listrik rancangan Huawei ini mampu memberikan akselerasi dari 0 km/jam ke 100 km/jam hanya dalam waktu 3.5 detik. Sementara sistem pengisian ulang baterai (charging), mampu mengisi penuh baterai hanya dalam waktu 35 menit. Huawei juga menyediakan perangkat stasiun pengisian baterai. 
 
Teknologi Smart EV (electric vehicle) dari Huawei ini sudah dipasarkan untuk mobil listrik di Cina. “Sementara baru dipasarkan di Cina saja. Namun segera akan dipasarkan ke seluruh dunia, begitu memungkinkan,” tukas Ken Qi.