Menurut ketentuan perjanjian, perusahaan teknologi asal San Diego, Amerika Serikat ini akan memberikan lisensi paten royalti kepada ZTE untuk mengembangkan, memproduksi, dan menjual produk 3G maupun 4G seperti smartphone, modul, dan peralatan infrastruktur. Perangkat ini termasuk smartphone dengan 3-mode (LTE-TDD, TD-SCDMA dan GSM) yang dijual untuk digunakan di China.
Baca juga: Qualcomm Mencoba Teknologi LTE Tanpa Lisensi
Guo Xiaoming, penasihat umum dari ZTE mengaku cukup senang karena telah berhasil melakukan kerjasama dengan Qualcomm. "Perjanjian ini memberikan dasar yang kuat bagi Qualcomm dan ZTE untuk memperluas dan memperkuat hubungan jangka panjang antara perusahaan di masa depan," ujar Guo Xiaoming dalam pernyataan resminya yang dilansir dari laman Qualcomm.
Senada dengan Guo dari ZTE, Eric Reifschneider, senior vice president & general manager of Qualcomm Technology Licensing juga menyatakan hal serupa. "Kami bergembira telah mencapai kesepakatan lagi dengan ZTE yang mencerminkan nilai yang ditetapkan dari portofolio paten Qualcomm. Ini mendukung kolaborasi di masa depan antara Qualcomm dan ZTE, sekaligus memperkuat hubungan kedua perusahaan," kata Eric. Ia mengatakan perjanjian dengan ZTE merupakan langkah penting untuk bisnis lisensi perusahaan di China.
Ancaman Antitrust
Untuk diketahui, pada Februari 2015 silam pemerintah China memberlakukan kebijakan anti-trust kepada Qualcomm karena perusahaan ini dinilai menetapkan biaya lisensi paten yang terlalu tinggi. Perusahaan ini dikenai denda sebesar US$ 975 juta setelah regulator setempat memutuskan perusahaan menunjukkan tanda-tanda melakukan monopoli dengan biaya lisensi yang dinilai terlalu tinggi tersebut.
Selain itu, Qualcomm juga harus merundingkan ulang nilai biaya lisensi mereka kepada beberapa perusahaan asal negara tersebut. Bagaimanapun, Qualcomm harus mau mengikuti ketentuan untuk membayar denda tersebut jika mereka masih ingin beroperasi dan bekerja sama dengan produsen dari China. ZTE langsung menyambut upaya tersebut dengan melakukan kerjasama jangka panjang. Setelah ZTE, Qualcomm terus berharap untuk melanjutkan kemajuan dalam melakukan perjanjian kerjsama dengan berbagai perusahaan perangkat di Tiongkok.
2015 ini menjadi tahun yang amat melelahkan bagi Qualcomm. Pasalnya, selain di China mereka juga menghadapi kebijakan anti-trust di Uni Eropa. Pihak regulator pada Juli yang lalu mulai melakukan investigasi hingga beberapa tahun ke depan. Pejabat antitrust Eropa mengatakan mereka akan menyelidiki apakah Qualcomm telah menyalahgunakan posisi pasar yang dominan di wilayah ini dengan menawarkan insentif keuangan untuk pelanggan potensial jika mereka membeli peralatan hanya dari perusahaan Amerika. Otoritas Eropa juga akan memeriksa apakah Qualcomm tidak adil dalam menetapkan harga di bawah biaya produksi untuk memaksa pesaing di pasar.
Jika perusahaan ini ditemukan melanggar peraturan kompetisi regional, mereka dapat mengajukan banding pada pengadilan Eropa. Walaupun kecewa dengan hal ini, tetapi Qualcomm berusaha untuk bekerjasama dengan pejabat anti-trust di kawasan Uni Eropa tersebut.
Foto: androidauthority.net