ArenaLTE.com - Satu kantong plastik sampah yang dibuang ke sungai, atau pinggir jalan, mungkin tak nampak berarti kebersihan dan kesehatan lingkungan. Tapi kalau seribu orang yang melakukan itu, aka nada seribu kantong sampah yang memenuhi sungai. Lihatlah Sungai Ciliwung di Jakarta, yang lebih mirip sungai sampah daripada sungai berair.
Sampah memang jadi persoalan yang tak ada habisnya bagi perkotaan. Berton-ton sampah yang dihasilkan dari rumah tangga, toko, pasar, pabrik dan sebagainya, perlu pengelolaan yang benar. Bukan saja untuk membuat kota nampak bersih dan resik, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas penyakit serta polusi bau.
Untuk itu, pemerintah setempat harus mengeluarkan anggaran yang tidak kecil untuk pengelolaan sampah ini. Mulai dari pengumpulan, pengangkutan, penampungan dan pengolahan. Nah, Twilio, sebuah perusahaan teknologi komunikasi, punya solusi untuk pengelolaan sampah secara lebih efektif, efisien dan modern. Mereka mengubah proses pengelolaan sampah ke dalam cara yang lebih canggih dan terpadu dalam sebuah ekosistem Smart City.
Berbicara tentang smart city, yang saat ini tengah banyak dibahas di mana-mana, sistem pengelolaan sampah secara cerdas ini biasanya luput disertakan. Padahal, dengan memanfaatkan Narrowband IoT (internet of things), bisa dibuat sistem pengelolaan sampah secara lebih efektif dan efisien. Khususnya untuk urusan pengumpulan sampah.
Sistem yang dikembangkan Twilio mencakup tempat sampah pintar memanfaatkan teknologi IoT. Tempat sampah seperti ini memiliki sensor ultrasonic untuk memantau keterisian sampah, memantau suhu sampah –yang bisa menjadi indikasi tingkat baunya, serta menyediakan data status tempat sampah, sudah diangkut atau belum dan kapan terakhir diangkut.
Memanfaatkan data-data yang dikirimkan sensor di tempat sampah, yang memanfaatkan layanan Narrowband IoT, pihak pengelola bisa mengatur dan menjadwal pengambilan sampah. Sederhananya begini, ketika tempat sampah cerdas itu mengirim sinyal bahwa sudah penuh dengan sampah –dan juga mulai berbau, pengelola bisa mengirim truk pengangkut ke sana. Apalagi masih kosong atau belum penuh, bisa ditunda, sampai data menunjukkan sudah penuh.
Dengan begitu, truk pengangkut tidak perlu tiap hari berkeliling, menelusuri rute-rute tertentu untuk memeriksa dan mengangkut sampah. Cukup mendatangi titik-titik di mana tempat sampah sudah perlu diangkut. Karenanya, biasa pengangkutan dan penangan bisa lebih efisien.
Menurut pengalaman Sensoneo, sebuah perusahaan swasta pengelola sampah, yang sudah menggunakan sistem pengelolaan sampah secara cerdas buatan Twilio ini, biaya pengangkutan bisa ditekan sebesar 30%, dan mengurangi emisi karbon sebanyak 60% --yang artinya membantu mengurangi polusi udara.
Karenanya, boleh juga menerapkan pengelolaan sampah ala Twilio ini, untuk kota-kota di Indonesia. Apalagi sejumlah kota sudah mulai berancang-ancang menjadi smart city. Tapi pe-er besarnya adalah mengubah mental masyarakat yang masih suka membuang sampah sembarangan. Bagaimana mungkin mendata sampah, kalau bertebaran di luar tong sampah (cerdas) itu? Apalagi kalau dibuangnya ke sungai, secerdas apapun sistem yang digunakan, ya percuma saja.