Chest patch di dada diberi perekat untuk melacak gerakan pemakainya, seperti denyut jantung, tingkat pernapasan dan oksigenasi pada darah, ditambah juga memonitor kondisi paru-paru mereka. Sementara gelang juga mendeteksi gerakan, denyut jantung dan kadar oksigen dalam darah, bila ditambahkan dengan pelacakan faktor lingkungan seperti senyawa organik yang mudah menguap di udara dan ozon, bersama dengan kelembaban ambien dan suhu.
Dikombinasikan dengan pembacaan fungsi paru dari spirometer, maka informasi yang didapat bisa langsung disambungkan secara nirkabel ke smartphone, tentu saja untuk ini perlu analisa menggunakan sebuah sebuah aplikasi. Jika ada potensi bahwa serangan mungkin terjadi, pasien akan diberi peringatan sehingga mereka dapat mengambil tindakan seperti berhenti mekakukan aktvitas.

Dikutip dari Gizmag.com (1/6/2016), sistem seperti ini bukan yang pertama dikembangkan. Namun ilumawan dari North Carolina State University menjelaskan bahwa HET memiliki perbedaan yang mendasar, yakni HET disokong sensor gerakan dan panas tubuh pemakainya. "Keunikan dari pekerjaan ini bukan hanya integrasi berbagai sensor dalam faktor bentuk wearable. Disini kami juga harus memperhatikan tingkat konsumsi daya pada perangkat di tingkat sub miliwatt dengan menggunakan teknologi sensor nano-enabled. Sebanding, perangkat yang ada memiliki tingkat konsumsi daya dalam ratusan miliwatt," ujar anggota tim peneliti Prof. Veena Misra.
Proses uji coba kini tengah berlangsung, dan beberapa bulan kedepan diharapkan prototipe sudah bisa dipelihatkan ke publik. Paparan mengenai penelitian ini sudah diterbitkan dalam jurnal IEEE percobaan manusia dari sistem yang diharapkan berlangsung dalam beberapa bulan ke depan. Sebuah kertas pada penelitian ini diterbitkan pekan ini dalam IEEE Journal of Biomedical and Health Informatics.