ArenaLTE.com - Symantec, penyedia solusi anti virus dan malware asal California, AS, telah menyebut bahwa serangan malware penyandera data ransomware semakin gencar menyerang PC dan perangkat smartphone. Berdasarkan laporan "Internet Security Threat Report volume 21" yang dirilis oleh perusahaan keamanan jaringan tersebut, disebutkan bahwa dengan pertumbuhan 35 persen dibandingkan tahun sebelumnya, ada 362.000 crypto-ransomware yang teridentifikasi hingga akhir 2015. Artinya, per hari ditemukan rata-rata 992 serangan crypto ransomware.

Lebih spesifik, Indonesia menempati urutan ke-13 untuk wilayah serangan crypto ransomware termasif. Rata-rata ada 14 serangan setiap harinya sepanjang 2015. Dikutip dari TheStreet.com (12/4/2016) Ransomware berkembang bersamaan dengan potensi kejahatan cyber. Makin canggih sebuah teknologi, makin cerdas pula modus para penjahat cyber untuk mengelabui korban. Dan salah satu program jahat di ranah maya yang paling merugikan adalah crypto ransomware. Program tersebut pertama kali teridentifikasi pada 2005 silam.

Modusnya sederhana, yakni menakuti pengguna dengan memunculkan pemberitahuan bahwa perangkat terserang virus. Taktik ini kerap disebut misleading app. Untuk membersihkan virus itu, ransomware meminta pengguna mentransfer sejumlah uang via kartu kredit. Setelah membayar, barulah crypto ransomware berhenti menebar ketakutan. Cara ini seperti meminta tebusan dari korbannya.

Seiring berjalannya waktu, pengguna makin cerdas dan sistem keamanan maya makin kuat. Modus misleading app sudah tak lagi populer. Meski begitu, penjahat cyber tak kehabisan akal. Beberapa kali berevolusi, modus terbaru program jahat ini dinamai crypto ransomware. Kiprahnya dimulai sejak 2014 dan hingga kini masih relevan merugikan korban.

Lebih agresif, serangan tersebut mengenkripsi data digital pengguna dan menyanderanya sampai tebusan dibayar. Mula-mula ransomwar eakan memunculkan notifikasi pada aplikasi atau perangkat pengguna. Notifikasi itu memancing pengguna  menyerahkan informasi personal seperti nomor telepon atau email. Selanjutnya, penjahat cyber dengan mudah mengenkripsi data-data digital untuk minta biaya tebusan.

Mulai dari sistem operasi Android, Linux, hingga OS X untuk Mac teridentifikasi sebagai santapan crypto ransomware. Temuan OS X tentu mengejutkan, pasalnya banyak yang beranggapan bahwa sistem operasi buatan Apple tersebut kebal serangan cyber. Nyatanya, pada akhir 2015 hingga awal 2016, Apple tak kuasa menghadang serangan salah satu varian malware tersebut. Apple memang lebih sulit dibobol, tapi nyatanya crypto ransomware sudah masuk ke sana.