ArenaLTE.com - Operator Smartfren baru saja menggelar uji coba jaringan 5G, di sebuah pabrik milik Sinar Mas Group, induk perusahaan Smartfren, di kawasan industry Marunda, Jakarta. Di situ teknologi anyar ini diterapkan dengan scenario sebenarnya dalam proses produksi. “Hasilnya sangat memuaskan,” ungkap Munir Syahda Prabowo, VP Technology Relations and Special Project Smartfren.
 
Munir menyebut, pada uji coba itu kecepatan unduh yang bisa dicapai mencapai 8.7 gbps, sementara untuk kecepatan unggah menembus 165 mbps. Tingkat kecepatan itu sudah sangat memadai untuk mendukung pengoperasian mesin berbasis industry 4.0. Atau dengan kata lain, mendukung penerapan otomatisasi mesin.
 
Jadi pada uji coba itu, dibuat scenario seakan-akan ada masalah yang muncul pada salah satu mesin produksi, yang lokasinya tak boleh dimasuki manusia. Maka lewat kamera pemantau dan virtual reality, dicari letak permasalahan. Termasuk menerbangkan drone untuk mengetahui lebih rinci di mana letak kerusakan, dan apa penyebabnya. “Uji coba itu membuktikan, 5G sudah siap mendukung industry 4.0,” kata Munir lagi.
 
Smartfren memang mengambil pendekatan berbeda soal 5G ini. Mereka lebih focus melihat pengembangan 5G untuk mendukung penerapan industry 4.0. Karena menurut pandangan Munir, sektor industry inilah “market” yang sesungguhnya untuk 5G.
 
Pertanyaannya, apakah memang 5G benar-benar siap diimplementasikan di sini? “Dari sisi teknologi, semua sudah siap. Tapi untuk implementasi, memang menyangkut banyak aspek sebelum bisa diterapkan,” ujar Munir. Pertama, infrastruktur 5G harus lengkap, terutama fiber optic yang sudah tersedia di mana-mana. Dan ini bukan perkara mudah karena menyangkut investasi yang sangat besar.
 
Soal investasi dan potensi bisnisnya, kata Munir, selama digunakan di tempat yang tepat dan untuk kalangan industry, kemungkinan bisa berjalan sesuai kelayakan bisnis sangat besar. Untuk itu, memang perlu menelaah potensi serapan pasar (kalangan industry) jika 5G diterapkan nanti.
 
Aspek berikutnya, yang juga fundamental adalah, regulasi pendukung. Ini menyangkut peraturan pemakaian frekuensi untuk 5G, berapa besar dan pada frekuensi berapa yang dialokasikan untuk 5G. Termasuk “jatah” bagi masing-masing operator. “Sekarang kan belum ada. Kita masih menunggu dari pemerintah,” ungkap Munir.
 
Munir mengatakan, dari segi teknologi dan infrastruktur, sebenarnya 5G bisa diterapkan dua tahun ke depan. Namun ya itu tadi, dengan syarat regulasinya sudah siap, serta serapan pasar (kalangan industry) juga sudah siap. Bila dua yang terakhir ini belum siap, mungkin implementasi 5G bisa lebih lama lagi.
 
Untuk sektor end user malah bisa lebih lama lagi. Karena, dikatakan Munir, melihat tren kebutuhan pengguna saat ini, masih didominasi untuk streaming video, game online, dan sebagainya, yang masih bisa diakomodasi dengan baik oleh 4G. “Kalau untuk end user, mungkin tahap selanjutnya,” pungkasnya.