Kominfo Dianggap Abaikan Konsultasi Publik Lelang Frekuensi

ArenaLTE.com -  
Meski sudah lebih dari satu bulan, namun hingga kini hasil konsultasi atau uji publik mengenai Tata Cara Seleksi Pengguna Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz dan 2.3 GHz untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak belum juga dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo).

Meski hasil uji publik belum keluar, namun Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memastikan lelang frekuensi akan selesai pada pertengahan tahun 2017 ini. Pria yang akrab dipanggil Chief RA tersebut memastikan hasil konsultasi atau uji publik tak akan berpengaruh banyak dalam membuat ketentuan dan mekanisme lelang frekuensi yang akan dilakukan oleh Kominfo.  

"Saya belum mengetahui hasil konsultasi publik. Silakan tanya kepada pak Ismail (Dirjen Sumber Daya & Perangkat Pos & Informatika). Tapi bisa saya pastikan lelang masih sesuai dengan jadwal yang di tetap yaitu pertengahan tahun tender selesai. Makanisme lelang juga tak akan berubah dari draft yang sudah dipublikasikan," terang Rudiantara saat ditemui di Hotel Four Season beberapa waktu yang lalu.

Menanggapi Kominfo yang enggan untuk mengakomodasi memasukkan hasil konsultasi atau uji publik dalam membuat ketentuan dan mekanisme lelang frekuensi, Dekan Fisipol Universitas Gajah Mada, Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si. menyayangkan pernyataan yang dilontarkan pembantu Presiden Joko Widodo tersebut. Menurut Erwan seharusnya Mekominfo dapat mengakomodir serta mempertimbangkan masukkan dari konsultasi publik tersebut.

“Seharusnya Kominfo tidak menempatkan hasil uji publik sebagai formalitas saja. Jika demikian maka tak ada gunanya konsultasi publik tersebut dilakukan. Padahal fungsi dari konsultasi publik adalah untuk mengetahui kualitas dan mendapatkan masukan dari stakeholder atau pemangku kepentingan mengenai perundang-undangan yang akan dibuat oleh pemerintah,”terang Erwan.

Langkah Menkominfo yang dinilai mengabaikan masukan dari konsultasi publik juga dinilai Erwan bertentangan dengan semangat keterbukaan, transparansi dan partisipasi publik dalam membuat perundang-undangan yang kini tengah digencarkan oleh Presiden Joko Widodo.
 
Jokowi meminta menteri dapat berkomunikasi dengan baik kepada masyarakat, khususnya kalangan dunia usaha sebelum membuat perundang-undangan agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat. Harapan Presiden Jokowi ini  sesuai dengan UU No 12 tahun 2011 pasal 96 huruf 1 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan harus melibatkan peran masyarakat.

“Saya melihat saat ini peraturan-peraturan dan permen baru terus bermunculan justru menambah persoalan. Seharusnya regulasi itu stabil dan dibuat melalui konsultasi publik yang baik, berkali-kali dibahas dengan waktu berbulan-bulan dengan sangat transparan. Sehingga jangan sampai tau-tau keluar mendadak permen yang membuat ramai semuanya," ujar Presiden Jokowi.

Desakkan agar Kominfo segera mempertimbangkan masukkan hasil konsultasi publik juga dilontarkan. Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman. Menurutnya seharusnya Kominfo mempertimbangkan masukan dari hasil konsultasi publik. Komisioner Ombudsman itu memberikan contoh, Afrika Selatan.

Pemerintah Afrika Selatan merespon masukan dengan menjelaskan apakah masukan dari masyarakat tersebut diterima penuh, sebagian atau ditolak sepenuhnya.
“Seharusnya Kominfo bisa mencontoh Afrika Selatan atau Kementrian Perhubungan dalam uji publik revisi PM 32 tahun 2016 tentang angkutan umum berbasis aplikasi. Kominfo harusnya bisa menjelaskan alasannya kenapa diterima, ditolak sebagian atau seluruhnya. Bagaimanapun tak semua masukan harus diterima. Yang terpenting dijelaskan mengapa ditolak dan mengapa diterima masukan dai masyarakat tersebut,”terang Alamsyah.

Jika Menkominfo tak mengindahkan masukan dari hasil konsultasi publik, Erwan khawatir akan mengurangi legitimasi dan kredibilitas pemerintah khususnya dalam membuat perundang-undangan. Selain itu jika tidak mempedulikan masukan dari hasil konsultasi publik, Menkominfo bisa dikatakan disobedient atau tidak tunduk pada perintah presiden. Ini disebabkan presiden telah memerintahkan para menteri untuk membuat kebijakan yang aspiratif, pro kepentingan masyarakat serta dunia usaha.

Leave a Comment