ArenaLTE.com - Rabu (27/6) akan diselenggarakan pilkada serentak di 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota. Hajatan sebelum pemilu 2019 ini menghangatkan suasana masyarakat, tak terkecuali di media sosial dan aplikasi chatting, seperti Whatsapp. Tidak tertutup kemungkinan akan banyak usaha provokasi lewat media sosial dan aplikasi Whatsapp.

Dalam keterangannya, pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan bahwa Facebook, Twitter, Instagram, dan Whatsapp paling rentan digunakan sebagai provokasi di hari tenang.

“Medsos dan Whatsapp relatif mudah digunakan oleh siapa saja. Bahkan di Twitter kita bisa lihat banyak sekali hoaks dan akun-akun yang menyebarkan berbagai kabar palsu. Tujuannya jelas untuk merusak suasana tenang pilkada,” terang chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication System Security Research Center) ini.

Pratama menambahkan aparat bersama masyarakat bisa melakukan kontrol bersama. Di grup Whatsapp dan medsos, masyarakat bisa mengingatkan kawannya yang memposting berita maupun konten hoaks lainnya.

“Konten hoaks ini kan tidak hanya berita. Foto dan video kini juga sangat rawan dimanipulasi. Karena itulah, masyarakat juga perlu inisiatif untuk langsung mengingatkan kawannya yang terlanjur memposting hoaks atau konten provokasi lainnya,” terangnya.

Bahkan menurut Pratama, medsos serta aplikasi chatting, seperti Whatsapp bisa digunakan secara positif selama pencoblosan. Lewat fitur yang ada, masyarakat bisa langsung menyiarkan sendiri hasil di setiap TPS-nya 
masing-masing.

“Instagram dan Facebook misalnya, ada fitur video live streaming. Artinya masyarakat tidak hanya bisa memposting foto, tapi langsung live video tanpa proses editing, mengabarkan berapa saja suara di TPS. Ini tentu baik dan bisa menjadi bukti bila nanti ada perbedaan penghitungan suara,” jelas pria asal Cepu Jawa Tengah ini.

Pratama sendiri berharap, pilkada serentak bisa berjalan dengan lancar, walau usaha provokasi dari berbagai pihak masih ada, terutama menggunakan media sosial. Menurutnya ke depan masyarakat bisa diedukasi untuk memanfaatkan lebih jauh smartphone yang ada sebagai bahan pengumpul bukti yang berguna bila ada sengketa suara.