ArenaLTE.com - Pandemi Covid-19 yang mendera Indonesia selama nyaris dua tahun belakangan ini, nyatanya di lain sisi membawa “berkah” juga. Utamanya untuk sektor telekomunikasi. Seperti yang tercuat dalam Webinar “Outlook Industri Telco 2022” yang diselenggarakan IndoTelco Group pada Kamis (2/12) lalu. Pandemi mempercepat transformasi digital dan menciptakan peluang-peluang baru yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan industry telekomunikasi nasional.
“Pandemi yang berujung pada pembatasan mobilitas, justru memacu transformasi digital di masyarakat,” ungkap Doni Ismanto Darwin, Founder IndoTelco. Sektor telekomunikasi yang mampu bertahan, dan bahkan menunjukkan pertumbuhan selama pandemi, lanjut Doni, memberi indikasi sektor ini akan mengalami pertumbuhan sebesar 7% pada 2022 nanti.
Itu diamini Ririek Andriansyah, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI). Pasca dua tahun pandemi Covid-19, kinerja sebagian besar industri telekomunikasi di dunia sudah membaik. Bahkan, tren pertumbuhan industri telekomunikasi Indonesia jauh lebih baik dibandingkan negara tetangga seperti Singapura, Thailand, dan Vietnam. Itu disebabkan karena peningkatan penggunaan mobile data dan fixed broadband, layanan ICT, serta layanan digital.
“Kalau service dibagi tiga yaitu konektivitas, ICT dan digital maka konektivitas pada kurun waktu 2020-2024 akan tumbuh sekitar 4%, ICT akan tumbuh lebih tinggi di angka 8%, dan digital tumbuh paling tinggi sampai 12%. Hal ini sejalan dengan fakta selama pandemic kemarin, masyarakat menjadi lebih contactless dan akan cenderung menggunakan layanan yang sifatnya digital. Karena itu ICT dan digital akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan konektivitas,” papar Ririek.
Nada optimis juga disuarakan Direktur Utama XL Axiata, Dian Siswarini. Menurutnya, tahun depan pertumbuhan bisnis sektor telekomunikasi akan lebih tinggi dibandingkan 2021. “Tahun ini akibat pandemi yang lebih lama dari perkiraan, DBS menurunkan proyeksi pertumbuhan industri telekomunikasi Indonesia dari 7% menjadi 4%. Tapi tahun depan diperkirakan naik jadi 7% karena penurunan kasus Covid-19, dan diperkirakan pemerintah akan melonggarkan pembatasan aktivitas yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Dian.
Faktor lain yang menurut Dian juga bisa mendongkrak kinerja sektor telekomunikasi adalah kepastian konsolidasi dua operator besar yaitu Indosat Ooredoo dan Tri Hutchinson. “Konsolidasi ini akan menurunkan jumlah pemain di market telekomunikasi yang diharapkan dapat menggerakkan tarif yang diberlakukan operator. Ini akan menstabilkan kompetisi dan meningkatkan kesehatan industri telekomunikasi di Indonesia,” jelasnya.
Faktor ketiga yang akan memicu pertumbuhan sektor telekomunikasi tahun depan adalah peningkatan traffic data yang akan didorong oleh berkurangnya mobilitas masyarakat karena memang pemberlakuan WFH dan SFH akan masih banyak diadopsi perusahaan dan sekolah-sekolah. “Kita bisa mencapai itu asal menerapkan tiga kunci keberhasilan yaitu transformasi digital yang diakselerasi faktor social distancing, kedua peningkatan inovasi, dan agility yang harus diterapkan di korporasi,” papar Dian.
Momentum Akselerasi
Karena itu, tak berlebihan bila Direktur ICT Institute, Heru Sutadi, menyebut, tahun 2022 merupakan momentum bagi industry telekomunikasi melakukan akselerasi kinerja dan juga layanan untuk membantu Indonesia melaksanakan transformasi digital. “Pandemi ini menciptakan momentum percepatan transformasi digital. Ibarat balapan di tikungan, kita harusnya bisa menyalip dengan harapan Indonesia bisa menjadi negara digital terbesar di Asia Tenggara atau nomor 5 besar dunia pada 2025,” kata Heru.
Banyak faktor pendukung untuk itu. Antara lain, sepanjang 2021 ini jumlah pengguna internet di Indonesia bertambah 15,5% atau sebanyak 2,7 juta akibat pandemi. Kebutuhan bandwith telekomunikasi menurutnya juga semakin besar karena masyarakat menggunakannya untuk bekerja, bersekolah, mencari hiburan dan memenuhi kebutuhan hidup lainnya sehingga bisa berkontribusi positif bagi pendapatan operator.
Tahun 2022 juga akan menciptakan pasar baru bagi operator, khususnya wilayah Timur Indonesia. Nantinya tidak akan ada lagi desa yang tidak menikmati layanan internet. Bukan hanya bagi operator tetapi juga produk turunan dari industri telekomunikasi. “Untuk itu, operator sektor telekomunikasi merupakan pilar dan lokomotif ekonomi digital, sehingga perlu dibina dan mendapat insentif untuk yang berani membangun jaringan di daerah-daerah non komersial. Daerah 3T itu kan ibaratnya daerah tulang yang tidak banyak berebut pemainnya sehingga butuh insentif dari pemerintah untuk mempermudah pembangunan jaringan tersebut,” ujarnya.
Sejatinya, terciptanya pasar baru bagi industry telco tak melulu dari daerah 3T. Direktur ICT Strategy & Marketing Huawei Indonesia, Mohamad Rosidi, mengungkapkan, pemanfaatan 5G yang semakin meluas diharapkan bisa menjadi sumber pendapatan baru bagi industri telekomunikasi. “Tahun 2022 dan seterusnya diharapkan operator Indonesia bisa melakukan 5G to Business untuk digunakan di pabrik manufaktur, health, port dan sebagainya. Kita harapkan di 2022 sampai 2025 diharapkan industri sudah mengadopsi 5G sehingga kita bisa sama-sama menuju digital prosperity. Sebab 5G bisa digunakan individu, pemerintah, sampai industri,” ujar Rosidi.
Untuk akselerasi itu, Pemerintah sendiri sudah berkomitmen mendukung pelaku industry dengan dengan menyediakan infrastruktur yang bisa menopang mimpi menciptakan Indonesia sebagai negara digital economy terbesar di Asia Tenggara.
“Kami regulator akan menyediakan spektrum frekuensi sebagai sumber daya yang terbatas agar operator bisa memanfaatkan spektrum tersebut demi masyarakat. Sebab ketika kondisi ekonomi nasional berangsur pulih maka pemanfaatan ruang digital akan terus meningkat. Kami berharap para stakeholder akan recovery agar kita bisa mendapatkan keunggulan dan menjadi bangsa yang kompetitif melalui digitalisasi,” kata Ismail, Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika yang juga Plt Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), Anang Achmad Latif, menuturkan pandemi menjadi momentum dalam menyelenggarakan jaringan yang dibutuhkan. Ia menjelaskan, BAKTI mengemban tugas mendirikan menara telekomunikasi di 7.904 desa di wilayah 3T yang belum terlayani 4G.
“Kami dimandatkan menyediakan BTS 4G yang akan onair pada 2022 mendatang. Saat ini sudah 4.200 BTS yang terbangun sampai akhir 2021. Sementara sisanya 3.704 akan dikebut di tahun berikutnya. Keseriusan pemerintah dalam menjembatani kesenjangan digital tercermin dari kebijakan ini. Program yang seharusnya selesai 2032, bakal diselesaikan tahun depan atau 10 tahun lebih cepat,” kata Anang.
Selain itu, BAKTI juga akan menyediakan fasilitas internet cepat di 150 ribu fasilitas public memanfaatkan satelit multifungsi Satria yang akan meluncur di kuartal III 2023. “Kami juga sudah menjalankan program Bakti Kominfo dengan menyediakan internet gratis di 11.589 lokasi di Indonesia tahun ini. Mayoritas di sektor pendidikan, pelayanan Kesehatan, dan kantor pemerintahan,” ujar Anang.
Tantangan
Meski banyak yang optimis, namun tetap ada tantangan yang harus diatasi. Salah satunya adalah penyebaran akses internet yang belum merata. Director & Chief Strategy and Innovation Officer Indosat Ooredoo, Arief Musta’in menjelaskan, hal tersebut bisa diatasi apabila para pelaku industri telekomunikasi bisa melakukan orkestrasi dalam mendigitalkan ekonomi Indonesia. “Tantangan utamanya adalah distribusi internet user belum merata, masih terkonsentrasi di Jawa kemudian pulau-pulau besar di Indonesia. Kita perlu memperhatikan ini agar seluruh masyarakat bisa merasakan akses internet dengan menyediakan infrastruktur. Ini tantangan tahun depan,” papar Arief.
Apabila akses internet sudah merata, tantangan berikutnya adalah tantangan keamanan cyber, persaingan, ketersediaan SDM, dan juga tantangan regulasi. Hal ini diungkapkan pula oleh Syarbeni, CSPO Huawei Indonesia. Menurut dia, Indonesia perlu sistem keamanan yang terstandarisasi dari badan yang diakui dunia. “Kita harus asumsikan, semuanya aman 100%. Selalu ada potensi kebocoran. Karenanya, aspek security ini harus jadi prioritas utama dalam pengembangan tren digital,” katanya kepada ArenaLTE.
Soal regulasi, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel, Sigit Puspito Wigati Jarot, mengatakan, untuk menuju Indonesia Digital diperlukan regulasi digital. Sekarang ini belum ada Undang-Undang yang mengakomodasi digitalisasi itu karena Indonesia masih menggunakan regulasi yang lama yang dibuat di era kompetisi atau setelah melalui era monopoli.
“Ketika regulasi memasuki generasi keempat tidak hanya bisnis Telekomunikasi yang diatur tetapi mengaitkannya dengan kebutuhan sosial. Lalu Ketika memasuki generasi kelima, perlu diatur sisi kolaboratifnya sehingga digitalisasi bisa bermanfaat bagi semua. Indonesia sekarang masih mengadopsi regulasi generasi ketiga,” pungkas Sigit.