ArenaLTE.com -
Ilustrasi smartphone taximeter (Foto: trbimg.com)[/caption]
ArenaLTE.com - Di seantero dunia, layanan transportasi online Uber cukup populer dengan segala kontroversinya. Seperti halnya di Indonesia, di Inggris Uber Taksi juga dianggap sebagai ‘taksi gelap’ yang beroperasi tanpa ijin resmi dari regulator transportasi. Nah, baru-baru ini kelompok Uber Taksi dan usaha sewa kendaraan berbasis aplikasi, menyerukan pada pihak Pengadilan Tinggi di Inggris untuk membuat deklarasi tentang penggunaan smartphone sebagai taximeter.
Para pengusaha dan pengembang industri sekelas Uber Taksi ingin mendapat pensahan penggunaan smartphone sebagai basis perhitungan taximeter. Tidak seperti taximeter pada taksi reguler, dengan basis smartphone yang dikombinasi dengan akurasi GPS (Global Positioning System) dan server eksternal, kini dianggap telah mampu mengkalkulasi perhitungan tarif. Dasar inilah yang masih jadi kontroversi di Inggris. Pola pentarifan dengan kombinasi GPS dan kalkukasi server juga telah diterapkan pada layanan Go-Jek di Indonesia.
Laju perkembangan smartphone dalam beberapa tahun belakangan telah meningkatkan kebutuhan pada adaptasi beberapa aplikasi. Disini menjadi tantangan bagi regulator dan pegambil keputusan di London untuk berpikir cermat, dan menghasilkan solusi terbaik bagi semua operator taksi.
Dikutip dari Cellular-news.com (6/10/2016), pihak Tfl (Transport for London) beranggapan bahwa smartphone bukanlah taximeter. Namun ada argumen dan kehendak yang berbeda dari banyak masyarakat konsumen taksi. Inilah yang menjdi kasus pelik layanan semacam Uber Taksi, dan menjadi pekerjaan rumah Pengadilan Tinggi di Inggris.
Sejak peluncurannya pada 2009, Uber telah bertumbuh sangat pesat. Saat ini perusahaan tersebut sudah beroperasi di 128 kota di 37 negara, dan mengatakan bahwa mereka melipatgandakan pendapatan mereka setiap enam bulan. Tahun lalu omset Uber mencapai USD213 juta dari total USD1 miliar transaksi. Bahkan baru-baru ini, Uber mendapat suntikan dana sebesar USD1,2 miliar. Dengan demikian, total investasi yang dimiliki mencapai USD1,4 miliar.
Masing-masing negara memiliki aturan main sendiri mengenai jasa transportasinya. Termasuk Indonesia yang memiliki segala perusahaan umum harus berbadan hukum. Tak terkecuali di San Fransisco, negara asal kelahiran Uber itu sendiri. Pasalnya, Uber sudah dua kali berhadapan dengan hukum negera setempat, di mana pengadilan meminta agar Uber diblokir operasionalnya.
Bahkan di Amerika Serikat, Uber dituduh tidak memiliki izin mengoperasikan jasa taksi resmi di kota setempat (karena alasan mobil pribadi). Bahkan pengemudi Uber pun tak sedikit harus mendapatkan perlakuan tidak mengenakan, seperti cacian hingga kekerasan dari pengemudi taksi resmi di negara tersebut.