ArenaLTE.com - Di era digital seperti sekarang ini, tumbuhnya berbagai perusahaan baru (startup) berbasis digital mulai merambah keberbagai sektor usaha termasuk jasa keuangan atau perbankan. Startup berbasis “fintech” atau financial technology mampu menghadirkan produk dan layanan keuangan secara terpisah sehingga transaksi digital dapat lebih mudah digunakan oleh mayarakat.
Kehadiran layanan transaksi digital ini jelas menggerus sebagian pendapatan di sektor perbankan yang sangat menguntungkan. Perbankan harus segera berbenah diri dan mulai mendigitalisasi layanan mereka dengan melakukan transformasi digital, jika tidak maka perlahan tapi pasti akan tersingkir dari bisnis.
Berdasarkan data tahun 2015 yang dikeluarkan oleh Global Center for Digital Business Transformation (DBT Center), sebuah inisiatif dari IMD Business School dan Cisco, 4 dari 10 bank ritel akan tersingkir akibat disrupsi digital dalam 3 tahun mendatang. Namun, hanya 27 persen yang melakukan pendekatan proaktif dengan mengubah bisnis mereka sendiri.
Riset Cisco ini mengidentifikasi penggunaan solusi digital pada industri perbankan dapat mendorong lebih dari 90 persen dari $405,3 miliar peluang pendapatan. Solusi digital ini termasuk video advice, transformasi tenaga kerja, mobile payment, teller virtual, konsultasi berbasis informasi, layanan white-label, iklan yang terhubung atau connected ad, pemasaran, dan banyak lagi. Namun, apakah elemen pokok dari seluruh penggunaan solusi digital tersebut? Cyber security.
Selain lambatnya pertumbuhan dan inovasi, lemahnya cyber security juga menjadi kendala besar. Persoalan terkait ini telah menghambat perbankan dalam mengadopsi teknologi dan model bisnis digital.
Studi terbaru dari Cisco, “Cybersecurity as a Growth Advantage” meneliti 1,014 senior eksekutif di bagian keuangan dan berbagai lini bisnis secara global dan menemukan sebanyak 71 persen dari mereka setuju bahwa risiko dan ancaman keamanan siber menghambat inovasi digital. Sebanyak 60 persen responden mengaku organisasi mereka menolak inovasi, seperti menciptakan produk dan layanan digital, karena takut akan risiko tersebut.
Sementara 39 persen lainnya mengatakan bahwa inisiatif mereka terhenti karena masalah cybersecurity ini. Inisiatif digital seperti kapabilitas omnichannel, wealth management dan asset transfer, mobile banking dan mobile payment, serta self-service model dan virtualized delivery model, juga tertunda.
Hal ini menyebabkan perbankan kehilangan lebih dari 70 persen peluang pendapatan tersebut. Analisis ekonomi Cisco memperkirakan jika bank ritel tidak melakukan digitalisasi, bank ritel telah kehilangan 144 miliar dolar secara global dalam kurun waktu dari tahun 2011 sampai tahun 2015.
Intinya, persoalan cyber security tidak seharusnya menjadi penghambat inovasi digital. Bank Ritel bisa mengubah keamanan siber dari sebuah ancaman menjadi aset yang dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan, serta mendukung inovasi dan pertumbuhan. Seluruh solusi digital ini tergantung pada pondasi cyber security yang kuat.