ArenaLTE.com - Krisis Covid-19 membuat kebutuhan masker sangat besar. Pada akhirnya ketersediaan masker di apotek maupun di berbagai marketplace menjadi langka dan harganya semakin mahal.
 
Hal ini dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk melakukan penipuan. Modusnya menjual masker lewat media sosial namun tidak mengirimnya, atau dalam beberapa kasus yang dikirim adalah bekas maupun bukan masker.

Dalam keterangannya Senin (30/3), pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan masyarakat perlu mewaspadai praktek penipuan ini. Dalam keadaan panik, masyarakat tanpa pikir panjang melakukan transfer.

“Mereka ini sebagian besar menipu lewat akun media sosial, terutama FB dan Instagram. Memang umumnya mereka memakai rekening bank, namun kini para penipu banyak menggunakan akun GoPay dan OVO,” terang chairman lembaga riset siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini.

“Pelaku memakai GoPay dan OVO karena dua hal, pertama mudah dibuat, cukup dengan email dan nomor seluler, berbeda dengan membuat rekening. Artinya identitas bisa dipalsukan. Alasan kedua karena masyarakat yang memakai sangat banyak,” jelasnya.
 
Bahkan untuk meyakinkan calon korbannya, pelaku membuat nama akun GoPay dan OVO dengan tambahan titel seperti Sarjana Hukum. Hal ini bisa meyakinkan korban yang kurang mengerti.

“Mungkin pihak GoPay dan OVO bisa membuat fitur pelaporan bila terjadi penipuan. Pengetatan juga perlu dilakukan, terutama dengan KTP. Memang KTP dibutuhkan saat membuat akun dengan fitur lebih tinggi, namun akun basic hanya email dan nomor telepon saja,” terangnya.

Adanya penipuan masker menggunakan GoPay dan OVO ini juga membuktikan bahwa registrasi nomor Kominfo belum sukses. Karena tidak ketat, sehingga pendaftaran menggunakan data orang lain masih bisa dilakukan, akibatnya banyak nomor siluman untuk kejahatan seperti ini.

“Agar masyarakat tidak tertipu, pertama memang harganya pasti murah, jangan tergiur. Biasanya pelaku berjualan di grup Facebook dan Instagram, seringnya mereka menutup kolom komentar. Yang paling penting adalah mereka ini akunnya tidak jelas dan sangat sedikit teman dan interaksi kegiatan media sosialnya,” tegas Pratama.