ArenaLTE.com - Berbeda dengan kawasan Indonesia bagian barat terutama pulau Jawa yang infrastruktur telekomunikasinya maju dengan jaringan 4G LTE yang luas, tidak demikian halnya di Indonesia bagian timur khususnya Papua.

Untuk itu, pembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi Papua membutuhkan komitmen dari operator. Hal ini ditegaskan oleh praktisi telekomunikasi senior Garuda Sugardo yang mengeluhkan kontrasnya layanan telekomunikasi di Papua.

Diungkapkannya, sejak dua puluh tahun yang lalu sampai saat ini, sudah beberapa kali pergantian rezim pemerintahan dan Menteri Perhubungan/Kominfo berusaha mengurusi kesenjangan ini, tanpa hasil mengatasinya. "Karenanya saat Menkominfo era Presiden Jokowi mengeluarkan jurus best practice dalam upaya mencari solusi, kita pantas memberinya jempol. Dan kita tunggu hasilnya," ujar pria yang juga menjabat sebagai anggota Wantiknas ini di Jakarta (26/1).

Garuda yang dikenal sebagai Bapak Seluler Indonesia ini memberi contoh hanya butuh 18 bulan bagi Telkomsel membangun jaringan ke seluruh 27 Provinsi kala era Orde Baru. Ia menambahkan, sah-sah saja memanfaatkan network sharing untuk ekspansi jaringan. Karena dasarnya adalah perhitungan untung-rugi bisnis dari sebuah wilayah yang penduduknya pun tipis. Sebagai contoh, Per Desember 2016 jumlah populasi penduduk Papua sekitar 3,2 juta jiwa. Kontras dengan Jakarta yang penduduknya lebih dari 9 juta jiwa. "Namun bagi saya, kunci penggelaran jaringan di Papua adalah komitmen," tegasnya.

Ia menceritakan, Telkomsel dengan dukungan dari induk usahanya cukup dominan di Indonesia Bagian Timur, apalagi Papua. Operator yang identik dengan warna merah ini memiliki basis pelanggan di Papua dan Maluku sekitar 5,251 juta nomor, sedangkan populasi yang terjangkau adalah 4,2 juta jiwa dari total 5,8 juta jiwa.

Revisi PP 52 dan 53
Kunci keberhasilan dari operator pelat merah ini adalah konsisten membangun infrastruktur sebagai pondasi untuk menjaga sustainability ke depan. Sementara itu VP Corporate Communication Telkom Arif Prabowo, mengatakan pembangunan infrastruktur merupakan kewajiban bagi perusahaan telekomunikasi seperti Telkom Group.

Diungkapkannya, pada tahun 2016 beberapa pekerjaan besar dan penting telah diselesaikan Telkom terkait dukungan untuk tulang punggung pita lebar yang melayani Nusantara, bahkan lintas negara. Tercatat, selesainya proyek SEA-ME-WE 5, jaringan kabel optik bawah laut dari Dumai ke Marseille Perancis melalui Asia Tenggara dan Timur Tengah yang akan membawa Indonesia menjadi pusat traffic-hub dunia.

Ada lagi, jaringan kabel optik bawah laut Makasar, Kendari, Maumere sepanjang 1700-an KM yang merupakan fase terakhir bagian dari pembangunan Sulawesi Maluku Papua Cable System (SMPCS). "Secara total kami bangun jaringan tulang punggung 106 ribu km lebih atau 2.5 kali keliling bumi. kalau di level akses, Telkomsel punya 130 ribu BTS, jaringan serat optik ke rumah sebanyak 16 juta homepass, dan lima juta diantaranya dibangun di 2016," paparnya.

Ditambahkannya, di tahun 2017 TelkomGroup tetap ekspansif membangun jaringan tulang punggung diantaranya dengan meluncurkan Satelit Telkom 3S tak lama lagi, menyelesaikan kabel laut SEA-US sepanjang 14 ribu km lebih, dan membangun 19 jaringan tulang punggung optik di 19 kabupaten

Salah satu prioritas adalah membangun Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) Manokwari-Jayapura sebagai jaringan cadangan bagi SMPCS yang sering terputus atau mengalami gangguan karena faktor alam. Jaringan sepanjang 1.000 km sebagai 'link diversity' dalam upaya recovery gangguan trafik berulang antara Jayapura dan Sarmi.

"Sebenarnya yang terkena dampak dari sering terputusnya jaringan SMPCS hanya kota Jayapura saja, Manokwari, Biak, Sorong, FakFak sampai Merauke normal. Kami sangat senang kalau ada operator lain mau menemani Telkom menyediakan jaringan tulang punggung di Indonesia bagian Timur ini, agar ada pilihan dan sama-sama membangun anak bangsa," tutupnya