ArenaLTE.com - Media sosial tanah air sedang diramaikan oleh peristiwa order fiktif ojek online makanan lewat Go-Send, salah satu layanan ojek online milik Go-Jek. Setidaknya sudah ada dua korban, Julianto dan Dafi yang menjadi sasaran puluhan kali order fiktif tersebut.
 
Pertama kali di upload lewat Facebook, keluhan driver Go-Jek tentang orderan makanan atas nama Julianto. Setelah viral di Facebook, Instagram dan Whatsapp, Julinato memberikan klarifikasi lewat Facebook bahwa dirinya adalah korban. Ada order fiktif ojek online dari seseorang yang mengatasnamakan dirinya.
 
Dalam keterangannya Sabtu (8/7), pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan bahwa titik masalah ada pada verifikasi yang kurang ketat. Menurutnya siapapun dengan email dan nomor telepon bisa melakukan pembuatan akun baru bahkan mengatasnamakan orang lain.
 
”Kasus order fiktif ojek online ini mungkin puncak dari sistem yang kurang ketat. Pertama terkait pendaftaran yang seharusnya benar-benar sesuai indentitas KTP, termasuk integrasinya. Kedua terkait respon akan laporan order fiktif ojek online yang sangat lambat. Seharusnya dengan banyaknya laporan, pihak Go-Jek bisa melakukan langkah blokir maupun antisipasi selanjutnya,” terang chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini.
 
Verifikasi dengan identitas KTP menurut Pratama harus juga diikuti integrasi dengan siste e-KTP. Paling tidak ini membuat satu identitas nomor KTP hanya bisa membuat satu akun. Ini penting untuk semua layanan transposrtasi online, selain mencegah order fiktif ojek online juga sebagai langkah preventif para begal kendaraan bermotor melakukan order untuk menyasar driver ojek online sebagai korban.


 
“Go-Jek dan semua layanan transportasi online harus memperketat verifikasi pendaftaran. Namun disini pemerintah juga punya penting, karena pendaftaran itu dengan nomor selular. Artinya untuk menekan tindak kejahatan, pemerintah juga harus tegas memperketat pendistribusian nomor telepon. Jangan sampai satu orang dengan mudah punyak 10 sampai 20 nomor telepon,” terang mantan pejabat Lembaga Sandi Negara ini.
 
Pratama berharap Go-Jek sebagai layanan transportasi online milik anak bangsa bisa proaktif menyelesaikan masalah serupa. Bisa jadi kasus yang menimpa Julianto dan Dafi juga terjadi di tempat lain. Juga dengan terjadi order fiktif ojek online lain dengan tujuan mengincar kendaraan para driver, bila pendaftaan sudah ketat dan tidak bisa ada akun fiktif, tentu ini akan membuat driver lebih merasa aman.
 
“Saya sendiri berharap Go-Jek dan layanan lain serupa tetap memperhatikan respon cepat terhadap laporan order fiktif maupun semacamnya. Dengan infrastruktur dan SDM yang mumpuni seharusnya driver bisa merasa aman dan masyarakat juga terlindungi dari tindakan order fiktif yang bisa menimpa siapa saja,” terangnya.
 
Pratama menambahkan solusi lain yang memungkinkan adalah penggunaan sertifikat digital. Saat ini memang penggunaan sertifikat digital dalam kepentingan e-commerce belum mempunyai tata perundangan dan tata kelola yang matang, namun demikian sudah terlihat upaya dari pemerintah untuk menerapkan sertifikat digital dalam transaksi elektronik.

Dengan adanya sertifikat digital ini maka diharapkan proses autentikasi dan otirisasi semakin ketat dan kuat, yang berujung semakin aman dan terpercayanya transaksi elektronik, termasuk untuk penggunaan aplikasi transportasi online dan sejenisnya.