ArenaLTE.com - Beberapa hari ini masyarakat dihebohkan dengan maraknya aksi miss call dari nomor luar negeri. Aksi miss call ini ditengarai oleh Kominfo sebagai bentuk aksi kejahatan sedot pulsa yang kerap disebut sebagai Wangiri. Pemerintah harus menindak tegas para penjual data pribadi masyarakat, termasuk nomor telepon. Karena kemungkinan besar data nomor tersebut didapatkan dengan gratis atau dijual murah di internet.
Wangiri sendiri tidak pertama kali terjadi. Pada 2016 lalu sejumlah operator melaporkan adanya miss call secara massif dari prefix luar negeri dengan nomor +77. Kali ini prefix yang “menyerang” masyarakat adalah +242 yang berasal dari Kongo. Wangiri dengan prefix +242 pernah membuat heboh warga Swedia pada 2013.
Dalam keterangannya Minggu (1/4), pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan bahwa praktek wangiri ini cukup meresahkan masyarakat. Menurutnya jaringan yang bermain ini sudah sangat berpengalaman, terbukti tidak hanya nomor prabayar saja yang diserang, namun juga nomor pasca bayar.
“Bagi pemilik nomor prabayar mungkin pulsanya akan tersedot habis. Namun bagi pemilik kartu pasca bayar, tagihannya bisa membengkak luar biasa bila nomornya melakukan panggilan balik ke nomor wangiri tersebut,” jelas chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini.
Ditambahkannya langkah Kominfo menghimbau masyarakat untuk tidak melakukan panggilan balik sudah tepat. Namun perlu sosialisasi lebih mendalam, terutama dengan SMS resmi dari Kominfo agar seluruh masyarakat bisa mendapatkan informasi tersebut.
“Praktik wangiri ini sudah sangat sering dilakukan. Harus ada upaya pencegahan, salah satunya dengan menelusuri darimana nomor masyarakat Indonesia itu bisa didapatkan oleh para pelaku. Kemungkinan nomor didapatkan dari internet, baik secara gratis maupun berbayar,” terangnya.
Pratama menggarisbawahi pentingnya perlindungan data pribadi masyarakat, salah satunya adalah nomor seluler. Pada pertengahan 2017 saja, seorang tersangka ditangkap di Bogor karena memperjualbelikan dua juta data nasabah.
“RUU Perlindungan Data Pribadi harus segera diselesaikan, agar masyarakat dilindungi dan para pelaku usaha serta pemerintah yang memegang data masyarakat bisa dimintai pertanggunjawaban bila membiarkan data tersebut diambil oleh pihak yang tidak berwenang,” jelas pria asal Cepu Jawa Tengah ini.
Ditambahkan Pratama, bagi warga yang menjadi korban wangiri ada baiknya melaporkan hal ini ke provider masing-masing. Selain guna pendataan, warga juga bisa meminta penghapusan tagihan karena wangiri maupun mengembalikan pulsa yang hilang. Kasus ini sendiri muncul ke publik setelah banyak pengguna melaporkan nomor asing tersebut ke akun media sosial provider.
Untuk saat ini, Kominfo menghimbau agar masyarakat yang mendapatkan panggilan dari nomor asing tersebut tidak melakukan panggilan balik.
SMS Penipuan
Di waktu yang sama, masyarakat masih mempertanyakan keefektifan registrasi nomor prabayar. Karena masyarakat masih menerima banyak SMS penipuan.
Pratama menjelaskan bahwa masyarakat harus menunggu sampai akhir April 2018. Itu adalah waktu pemblokiran akhir dari kartu prabayar yang tidak diregistrasi. Bulan Maret 2018 adalah waktu untuk memblokir panggilan keluar bagi kartu yang belum registrasi.
“Masyarakat masih menemui banyak SMS penipuan. Hasil dari registrasi kartu efektif per 1 Mei 2018, saat semua nomor tanpa registrasi akan diblokir total. Namun apakah pemerintah bisa benar-benar tegas melakukan pemblokiran dan dipatuhi oleh provider, itu masalahnya,” terang Pratama.
Sejak 1 Maret 2018 sendiri masih banyak ditemui nomor yang tidak diregistrasi namun masih bisa melakukan panggilan keluar. Pratama berharap agar pemerintah tegas. Menurutnya bila Permen no.12 tahun 2016 tentang registrasi tak bisa dijalankan, masyarakat akan semakin tidak terlindungi dan penipuan dengan SMS maupun telpon akan tetap marak.