ArenaLTE.com - ArenaLTE.com – Pembahasan Revisi Peraturan Pemerintah (RPP) terkait PP No. 52/ 2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi dan PP No. 53/ 2000 terkait penggunaan spektrum, kian alot diperbincangkan. Tanggapan dari beragam sudut pandang terkait Revisi PP No. 52 dan 53 ini pun bermunculan. Tak terkecuali pengamat hukum tata negara, Margarito Khamis, yang mengungkapkan bahwa RPP ini mengandung muatan dan menilai bahwa ada bentuk gambaran praktik merkantilisme.

“Pengubahan ini diharapkan jangan sampai seperti pada sistem merkantilisme dahulu. Sistem yang pernah dipakai pada 1772 oleh Inggris. Di mana para pedagang besar memanfaatkan dan menekan parlemen untuk menyetujui kepentingan pihak tertentu,” ungkap Margarito, disela acara pembincangan Ada Apa dengan RPP Networking dan Frequency Sharing, di Jakarta, Rabu (5/10/2016).

RPP

Sebagai informasi, merkantilisme adalah sistem ekonomi untuk menyatukan dan meningkatkan kekayaan keuangan suatu bangsa dengan pengaturan seluruh ekonomi nasional oleh pemerintah dengan kebijaksanaan yang bertujuan mengumpulkan cadangan emas, memperoleh neraca perdagangan yang baik, mengembangkan pertanian dan industri, dan memegang monopoli atas perdagangan luar negeri.

Menurutnya, pengubahan pada PP ini dianggap menyalahi prosedur hukum dan bisa menjadi adalah bentuk dari gambaran merkantilisme. Dirinya melihat hal itu karena pengubahan ini mencoba untuk menguatkan PP dibanding Undang-Undang, padahal semestinya UUD adalah patokan hukum yang wajib didahulukan atau dipegang dibanding lainnya.

Baca :
Kebijakan Network Sharing Harus Ditunjang Aturan Tambahan
Ini Untung Rugi Network Sharing Operator Menurut Telkomsel



“Draf RPP ini bertentang dengan Undang-Undang yang ada, tidak boleh begitu. RPP ini seolah telah melampaui UUD yang sudah ada. Padahal Peraturan Pemerintah adalah penjabaran dari isi undang-undang yang telah ada sebelumnya,” tegas Margarito.

Ia menegaskan bahwa hal itu dapat dilihat dari RPP yang ada dalam surat edaran (SE) Nomor 1153/M.Kominfo/PI/02.04/08/2016, yang telah ditandatangani oel Plt. Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika, Gerayantika Kurnia yang telah dirilis pada Agustus lalu.”Mana ada pada sistem kita yang menetapkan Dirjen memiliki kekuatan hukum dalam penentuan ini,” jelasnya.

Pun demikian dirinya menyarankan perihal RPP ini jika ingin bisa dijalankan harus dengan perhatian yang detail, dan bisa melihat dari celah yang kurang pada undang-undang. Hal itu dilihat jika memang memberikan manfaat yang baik dan tidak hanya menguntungkan salah satu pihak saja.

“Siapkan draf tandingan. Tawarkan yang lebih baik. Di draf pemerintah, (cari) mana yang masih bolong-bolong dan perlu diperbaiki. Saya berharap betul, Komisi I, mengawal terus masalah ini,” tegas Margarito.