ArenaLTE.com - Pemerintah meminta operator seluler untuk melakukan kajian rencana penghapusan jaringan 3G. Sebab, dinilai sudah tidak efisien dan efektif di tengah keterbatasan spektrum frekuensi. Ini berkaitan dengan rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjadikan jaringan seluler 4G sebagai tulang punggung konektivitas di Indonesia.
Ismail, Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika/Plt Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kominfo, mengungkapkan, ada tren peningkatan pemanfaatan telekomunikasi oleh masyarakat. Terlebih pasca Pandemi Covid-19. Pihak operator sendiri mencoba memenuhi kebutuhan itu dengan mengandalkan jaringan broadband yang terbatas.
“Broadband di Indonesia itu dimanfaatkan dengan menyediakan layanan paralel dari 2G, 3G, 4G, sampai yang terbaru 5G. Ini menimbulkan masalah biaya bagi operator dari sisi jaringan, sumber daya manusia, dan juga mempersiapkan ekosistem pendukungnya,” ujar Ismail, dalam diskusi daring IndoTelko Forum bertema ‘Digitalisasi Masih Butuh 3G?’, Selasa (16/3/2022).
Tapi di lain pihak, dari sudut pandang konsumen, masyarakat sendiri sebenarnya tak terlalu perduli pada jenis jaringan seluler yang digunakan operator. Konsumen, kata Ismail, hanya ingin layanan telekomunikasi tersebut tersedia di mana saja, dengan kualitas yang baik, serta terjangkau tarifnya.
“Kalau operator mau menghentikan 3G, maka masyarakat harus dijamin layanannya tersedia dan terjangkau biayanya. Karena itu perlu kajian lebih dulu sebelum mematikan 3G. Sebab menurut riset yang dilakukan, pengguna layanan 3G masih ada di Indonesia,” ungkap Ismail. Mengutip data OpenSignal, sebanyak 16,8% pelanggan operator telekomunikasi di Indonesia tidak memiliki perangkat yang menunjang 4G, meskipun wilayah mereka sudah dilayani oleh jaringan generasi keempat.
Kemudian, sebanyak 10,9% berada di wilayah belum tersedia 4G. “Oleh karena itu meskipun secara regulasi sudah menganut azas teknologi netral, Kominfo mengimbau agar operator melakukan pendalaman data-data kuantitatif yang ada. Jangan sampai suatu keputusan merugikan masyarakat. Kami ingin mendapatkan laporan dari operator supaya kualitas layanan bisa ditingkatkan, penghentian 3G dilakukan secara baik karena sudah mengkaji berbagai aspek tersebut,” Ismail menegaskan.
Marwan O. Baasir, Sekjen Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) memastikan, seluruh operator anggota asosiasi mendukung upaya pemerintah mempercepat transformasi digital sebagai salah satu strategi memulihkan ekonomi negara pasca pandemic Covid-19. “Untuk itu kami terus melakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di seluruh Indonesia. Kami juga mendukung wacana penghapusan 3G, karena dengan demikian
spektrum frekuensi 2.100 Mhz bisa dioptimalkan operator untuk 4G dan juga 5G yang lebih efisien dari berbagai aspek,” kata Marwan.
Dalam catatan ATSI, jumlah traffic penggunaan 3G di Indonesia saat ini kurang dari 10% dari
total traffic data seluruh operator. Ia menyebutkan, masyarakat saat ini lebih banyak yang merasakan manfaat penggunaan 4G karena bisa menyediakan akses internet yang lebih cepat, sehingga menciptakan kenyamanan dan kemudahan bagi masyarakat mengadopsi layanan digital lainnya.
Senada dengan Marwan, Direktur Network Telkomsel Nugroho menjelaskan, semakin tinggi generasi jaringan seluler yang digunakan konsumen maka akan semakin banyak layanan telekomunikasi yang bisa dinikmati. Sehingga menurut Nugroho, operator sudah tidak perlu lagi menyediakan seluruh layanan kelima generasi jaringan bagi pelanggannya.
“Alasannya pertama, kita tentu sudah tidak nyaman dengan kecepatan internet yang terbatas. Kedua, ada duplikasi layanan 3G yang sebenarnya bisa dilakukan menggunakan 2G. Ketiga, ada keterbatasan spektrum dari regulator yang seharusnya bisa lebih optimal dimanfaatkan operator. Jadi kami perlu menghentikan 3G untuk mengoptimalkan 4G dan 5G,” kata Nugroho.
Perhatikan Konsumen
Menanggapi wacana penutupan jaringan 3G, Heru Sutadi, Anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyatakan perkembangan teknologi merupakan suatu hal yang niscaya terjadi demi mendapatkan layanan yang lebih baik. Namun, ia meminta pemerintah dan operator seluler untuk memperhatikan hak-hak pelanggan.
“Kalau 3G digantikan 4G perlu diperhatikan dampaknya sehingga kita bisa tetap memberikan layanan yang maksimal. Perlu dilakukan sosialisasi shutdown 3G di wilayah mana saja yang terdampak. Jadi kalau 3G dimatikan, masyarakat sudah siap. Operator juga perlu memastikan jaringan 4G dan 5G di wilayah yang akan di shutdown 3G nya sudah tersedia. Proses migrasi ini harus memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan sebaliknya,” Heru menandaskan.
Kondisi terpenuhinya hak-hak konsumen apabila jaringan 3G dihapuskan juga menjadi perhatian Sularsi, Ketua Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). “Perlu diintensifkan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat dengan berbagai cara. Apakah SIM Card dan perangkatnya perlu diganti? Kalau perlu diganti, pastikan tersedia paket bundling dengan harga yang terjangkau karena tidak semua masyarakat mampu secara ekonomi. Semangatnya kan pemerataan akses teknologi, sehingga menjadi tanggung jawab negara untuk bisa menjaminnya,” kata Sulastri.
Diakui oleh Heru dan Sularsi, upgrading dari 3G ke 4G tentu berdampak pada tariff layanan. Akan terlihat lebih mahal karena dengan kecepatan yang lebih tinggi, 4G akan lebih cepat mengkonsumsi data. “Harganya mungkin sama (per kilobyte), namun karena lebih cepat, sehingga paket data lebih cepat habis,” kata Sularsi. “Kalau dulu (3G) 10 GB terasa tak habis-habis, dengan 4G sebentar saja sudah habis,” Heru menambahkan.
Karena itulah, kata Sularsi, pihak terkait harus benar-benar mensosialisasi dan mengedukasi masyarakat soal ini. Termasuk, menjelaskan benefit-benefit yang akan diperoleh ketika menggunakan teknologi yang lebih baru.###