ArenaLTE.com - Dalam beberapa hari terakhir ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika menerima beberapa aduan konten terkait isu penculikan anak, baik melalui email pengaduan melalui alamat aduankonten@kominfo.go.id maupun melalui akun twitter @aduankonten dan akun @kemkominfo dan @DitjenAptika. Semua informasi ini berisi tentang aduan yang tersebar di masyarakat tentang penculikan anak.

Beredarnya isu penculikan anak yang menyebar melalui pesan berantai WhatsApp ini, menjadi perhatian Pemerintah terutama Kominfo. Melalui Subdit Pengendalian Konten Internet, Direktorat Pengendalian, Ditjen Aplikasi Informatika, sejumlah pengaduan masyarakat terkait isu penculikan ini dilakukan verifikasi atas kebenarannya.

Dari beberapa informasi yang menyebar secara masif ini, berita hoaks perihal penculikan anak yang terjadi di beberapa wilayah. Diungkapkan Kemkominfo merupakan bagian dari berita hoaks yang diangga cukup meresahkan, bahkan bisa berbahaya dan mengancama keselamatan oranglain. Terlebih kecurigaan dan sikap waspada berlebih sikap orangtua menjadi semakin meningkat.

Inilah 2 (dua) hoaks yg berhasil diidentifikasi oleh Kemkominfo.

HOAKS PERTAMA

Akhir-akhir ini warga Tulung Agung diresahkan dengan adanya informasi penculikan anak di media sosial. Telah tersebar isu terjadinya penculikan anak di salah satu Pusat Perbelanjaan, Belga, Tulung Agung, Jawa Timur. Kabar ini pun menyebar melalui pesan berantai Whatsapp.

Penjelasan:
Menanggapi isu tersebut, Kapolres Tulungagung, AKBP Tofik Sukendar menyatakan bahwa hal tersebut adalah tidak benar atau hoaks.

HOAKS KEDUA

Penculikan anak di Talang Jambe Palembang.

Penjelasan :
Telah ramai beredar informasi tentang penculikan anak yang terjadi di daerah Talang Jambe Palembang. Faktanya informasi yang disebarkan tersebut adalah orang yang tertangkap karena ketahuan mau mencuri Handphone di daerah Kelurahan Talang Jambe, Kecamatan Sukarami Palembang Rabu 31 Oktober 2018.

Kementerian Kominfo mengimbau warga net untuk tidak menyebarkan hoaks atau berita bohong atau kabar palsu melalui saluran internet, baik website, media online maupun media sosial. Setiap pelaku penyebaran hoaks melalui internet bisa dijerat dengan ancaman pidana 6 (enam) tahun penjaran dan denda Rp 1 miliar sesuai dengan ketentuan UU ITE.