ArenaLTE.com - OpenSignal mengukur dampak yang dialami pengguna ponsel sebelum dan sesudah gempa bumi sebesar 7,5 dengan pusat gempa berada di pulau Sulawesi Indonesia, pada hari Jumat 28 September 2018.
Gempa bumi memicu tsunami dengan ketinggian hingga 6 meter dan bersamaan dengan itu menyebabkan berbagai macam kerusakan di kota Palu serta daerah di sekitarnya.
Dampak pada teknologi mobil sangatlah luas tapi berdasarkan data OpenSignal hal tersebut tidak menyebabkan pemadaman total di seluruh wilayah tersebut.
OpenSignal mengukur pengalaman para konsumen secara langsung dalam penggunaan jaringan ponsel saat kejadian bencana alam gempa Sulawesi.
Untuk analisis khusus ini, 8.854.926 pengukuran dikumpulkan dari 1.762 perangkat di kota Palu - Pulau Sulawesi, Indonesia –- selama periode waktu: 29 Agustus - 20 Oktober 2018.
Kami mengumpulkan data setiap hari dan membandingkan pengalaman pengguna ponsel pintar selama hari-hari setelah gempa bumi, versus rata-rata pengalaman pada 30 hari sebelumnya.
Layanan 4G memerlukan waktu hampir dua minggu untuk kembali normal
OpenSignal mengamati bahwa terjadi penurunan ketersediaan 4G secara drastis, di mana layanan memerlukan hampir dua minggu untuk kembali seperti 30 hari sebelumnya bagi rata-rata pengguna ponsel.
Meskipun demikian, ketersediaan 4G tidak tampak menurun parah pada hari pertama saat gempa namun pada hari kedua — Minggu 30 September — ketika ketersediaan LTE turun hingga hampir 60%.
Dampak yang terlambat ini mempengaruhi penggunaan jaringan seluler dengan menunjukkan bahwa kerusakan langsung pada menara transmisi akibat gempa bumi bukanlah penyebab utama dari pemulihan jaringan yang terlambat.
Setelah gempa para pengguna ponsel lebih sulit untuk menemukan sinyal LTE
Menurut data Opensignal sebelum gempa bumi cukup deteksi sinyal menyebar di seluruh kota dan kota administratif di sekitarnya, sementara data yang dikumpulkan pada hari setelah bencana alam kebanyakan berada di tengah kota dan di dekat bandar udara, dengan sebaran pengukuran di seluruh wilayah yang lain.
Distribusi tersebut menunjukkan bahwa pengguna ponsel tampaknya dapat menemukan sinyal ponsel di tengah kota — di mana penyedia layanan memasang sejumlah menara transmisi untuk melayani kepadatan populasi yang lebih tinggi.
Meskipun begitu, peta menunjukkan penekanan hasil yang berbeda dalam pembacaan yang di dapat dari berbagai macam teknologi seluler yang berbeda.
Sebelum bencana alam, pengguna ponsel dapat mengakses jaringan 4G di mana saja di mana terdapat sinyal, sedangkan setelah itu wilayah yang tercakup oleh layanan LTE menyusut dibandingkan dengan di mana perangkat memiliki konektivitas mobil, hal tersebut memberikan petunjuk tambahan mengenai penurunan ketersediaan LTE.
Perangkat 4G rata-rata tersambungkan dengan menara transmisi LTE yang lebih jauh
OpenSignal mengukur jarak rata-rata perangkat 4G dari menara transmisi LTE setiap hari setelah bencana alam, dan membandingkannya dengan jarak rata-rata di lokasi yang sama dalam waktu 30 hari sebelum gempa bumi.
OpenSignal mengamati bahwa rata-rata perangkat setelah bencana alam tersambungkan dengan menara transmisi yang lebih jauh, dan hal tersebut memerlukan 11 hari untuk kembali normal.
Pada 30 September — dua hari setelah gempa bumi — rata-rata perangkat tersambungkan ke menara transmisi LTE yang berjarak lebih dari 1.400 meter jauhnya, sedangkan dalam 30 hari sebelum jarak rata-rata di lokasi yang sama — kami melihat, bahwa umumnya pusat kota — kurang dari 500 meter.
Peningkatan rata-rata jarak sambungan yang jauh menunjukkan bahwa lebih sedikit menara transmisi LTE yang beroperasi dalam beberapa hari setelah gempa bumi, di mana perangkat tidak dapat tersambungkan ke menara transmisi 4G terdekat perangkat tersebut malah tersambungkan ke menara transmisi yang lebih jauh.
Hal ini juga menunjukkan bahwa rata-rata lebih banyak perangkat tersambungkan ke menara transmisi yang sama, sehingga meningkatkan kepadatan pada sebagian jaringan yang masih hidup tersebut.
Ketika bencana alam terjadi, operator penyedia layanan mobil menghadapi tantangan yang signifikan untuk memulihkan layanan menjadi normal dan tergantung ukuran bencana yang dapat memerlukan waktu berhari-hari — saat kami ukur dengan hurricane Florence di Amerika. — atau minggu-minggu, setelah gempa bumi di Sulawesi, Indonesia.
Dalam situasi tersebut, operator tidak hanya harus menghadapi pemulihan sebagian jaringan yang terputus, tapi juga menghadapi penurunan penggunaan ponsel karena lebih banyak pengguna yang tersambungkan ke menara transmisi yang lebih kecil, selanjutnya meningkatkan kepadatan di jaringan.