ArenaLTE.com - Dalam kondisi normal, Google dan Apple adalah dua musuh bebuyutan yang terus terlibat persaingan sengit untuk menguasai pasar. Tetapi ketika menghadapi musuh yang sama, kedua raksasa teknologi itu bahu membahu untuk memerangi penyebaran virus ganas dengan kode Covid-19 ini.
Seiring meledaknya wabah Covid-19 di berbagai penjuru dunia, pemerintah setempat melakukan berbagai cara untuk meredam penyebaran virus ini. Salah satu metoda yang digunakan adalah Contact Tracing. Metoda ini dilakukan dengan menanyai pasien positif Covid-19 atau pasien dalam pengawasan (PDP), dengan siapa saja si pasien berinteraksi dan bepergian ke mana saja dalam beberapa terakhir.
Berdasarkan pengakuan si pasien, langkah selanjutnya adalah melacak keberadaan orang-orang yang disebut si pasien, lalu melakukan langkah penanganan. Mulai dengan penetapan status orang dalam pemantauan (ODP), perintah untuk isolasi diri dan melakukan pemantauan ketat pada aktivitas para ODP.
Terbayang, betapa repotnya melakukan upaya preventif itu. Berapa banyak orang yang harus dilacak dan dipantau? Dan berapa banyak tenaga yang tersedia untuk melakukan tugas itu. Belum lagi kalau si pasien lupa, dengan siapa saja mereka pernah berinteraksi. Maka akan lebih kelabakan lagi pastinya.
Untuk itulah Google dan Apple turun tangan agar program contact tracing ini bisa dilakukan dengan lebih mudah dan lebih akurat. Tentu saja dengan memanfaatkan teknologi. Lewat akun Twitter masing-masing, CEO Google Sundar Pichai dan CEO Apple Tim Cook, mengumumkan bahwa keduanya tengah mengembangkan sistem untuk membuat contact tracing lebih efektif dan terintegrasi. Sistem itu akan diintegrasikan pada aplikasi coronavirus, atau aplikasi kesehatan lain, yang dikelola otoritas kesehatan dan pihak lain yang terkait.
Bagaimana sistem ini bekerja? Pertama, pengguna harus mengunduh aplikasi yang sudah dilengkapi application programming interface (API) yang dikembangkan Google dan Apple. API memungkinkan iPhone dan Android phone yang berbeda platform dapat berkomunikasi satu sama lain melalui koneksi Bluetooth.
Ketika dua pengguna aplikasi yang sama ini saling berdekatan atau berinteraksi, hape keduanya akan saling terkoneksi secara otomatis. Koneksi ini akan terekam dan datanya akan tersimpan di database cloud. Di situ akan tersimpan data, misalnya, Hape si A pernah terkoneksi dengan hape siapa saja. Pengiriman sinyal terjadi dalam interval waktu 5 menit.
Misalkan ternyata, si A dinyatakan positif terinfeksi virus Covid-19, dia bisa melaporkan statusnya melalui aplikasi coronavirus. Laporan si A akan terkirim ke database, selanjutnya sistem akan mengolah data dengan hape siapa saja hape si A pernah terkoneksi. Anggap saja misalnya, ternyata database mencatat, hape si A pernah terkoneksi dengan hape si B, C dan D. Berikutnya sistem akan mengirimkan notifikasi kepada hape B, C dan D, berupa ikon berbentuk kunci. Kode kunci itu berarti, ada kemungkinan si pemilik hape tertular virus.
Dengan peringatan itu, si pemilik hape bisa segera memeriksakan diri, atau minimal melakukan isolasi mandiri sembari menunggu gejala yang muncul. Sementara di lain pihak, otoritas kesehatan, bisa menghubungi si pemilik hape dan memberi tahu langkah-langkah yang harus dilakukan. Sebagai catatan, data-data seperti nomor telepon, nama pemilik hape, tempat tinggal dan sebagainya, tak bisa diketahui oleh pengguna lainnya. Data-data tersebut hanya bisa diakses oleh otoritas kesehatan untuk keperluan pelacakan orang yang dicurigai tertular, dan sama sekali tak boleh dipublikasi.
Dengan cara kerja memanfaatkan teknologi untuk membangun jaringan contact tracing ini, dipastikan pihak berwenang akan semakin mudah melacak sebaran virus, dan melakukan penanganan secepatnya. Walau mungkin, untuk makin melengkapi pelacakan, metoda lama dengan mewawancarai pasien positif, tetap bisa dilakukan.
Meski di atas kertas terlihat sangat menjanjikan efektivitasnya dalam mencegah penyebaran virus corona secara luas, namun sistem yang menurut keterangan kedua belah pihak baru akan diimplementasikan pada Mei mendatang ini, beberapa pihak masih melihat ada titik kelemahan di sistem ini.
Salah satunya adalah karena karakteristik koneksi Bluetooth sendiri yang mampu menembus halangan dinding. Bisa saja ada kasus begini, dua pengguna aplikasi secara jarak memang berdekatan, tetapi keduanya berada dalam ruangan berbeda,terpisah dinding. Bluetooth tetap bisa melakukan koneksi dan kedua hape masih bisa berkirim sinyal. Padahal, karena terhalang dinding, penularan tak mungkin terjadi. Cuma karena koneksi kedua hape itu sudah tercatat di data base, bisa saja sistem kemudian mengirim kode kunci, yang akhirnya membuat orang menjadi panik menyangka tertular virus.
Sistem ini juga mensyaratkan pengguna hape mengunduh dan menggunakan aplikasi yang sama –untuk itulah Google dan Apple berkoordinasi dengan otoritas kesehatan, untuk menentukan aplikasi mana yang akan dipakai secara resmi. Dan senyampang menggunakan koneksi Bluetooth yang jangkauannya pendek, sistem ini tak akan efektif pada area dengan tingkat konektivitas rendah.