ArenaLTE.com - Sepertinya, serangan ransomeware yang tengah melanda setiap negara di dunia ini semakin meningkat dan beragam, bahkan kali ini tidak mengincar tentang keuangan melainkan adalah data. Serangan tersebut telah melanda setiap negara dalam beberapa hari terakhir, bahkan kali ini ada jenis baru yang dikenal dengan nama GoldenEye.
Ransomeware GoldenEye datang hampir bersamaan dengan Petya, yang sering disebut sebagai ransomeware yang lebih berbahaya dari wannacry. Serangannya terdeteksi saat menghampiri perusahaan besar benilai miliaran dolar seperti FedEx, Merck, Cadbury dan AP Moller-Maersk.
Jika digabungkan, empat perusahaan ini ditaksir memiliki nilai mencapai USD130 miliar yang dipastikan akan bisa membuat gemuk dompet pencurinya. Namun anehnya, para peretas tidak meminta tebusan uang yang lebih dari USD300 untuk per komputer sehingga menjadi banyak pertanyaan para ahli siber.
Melalui gerakan yang senyap tersebut, disinyalir banyak para ahli siber bahwa penyerang negara-negara ini menggunakan ransomeware sebagai alat dibalik layar. Menggoda setiap korban dengan menyalahkan hacker dan bukan negara lain yang mungkin terlibat. Padahal sebenarnya, tujuan serangan tersebut dipastikan untuk menghancurkan data korban.
Cyberwar bisa dibilang adalah gaya perang digital baru yang kini dianut banyak negara, bahkan telah jauh meningkat lebih berbahaya karena menghancurkan infrastruktur dan bisnis dengan senyap. Korea Utara, adalah salah satu negara yang tengah diinformasikan menggunakan taktik digital ini karena telah berhasil membocorkan isi email dari perusahaan Sony.
Selain itu, ada juga hacker yang tercatat mampu melumpuhkan jaringan listrik Ukraina dalam konfliknya dengan Rusia dan Amerika. Menggunakan ransomware sebagai penutup serangan nasional memiliki implikasi serius tidak hanya bagi pemerintah.
Orang-orang yang tidak bersalah akhirnya menjadi sasaran baku tembak cyber besar ini. Entah itu rumah sakit, universitas, supermarket, bandara atau bahkan pabrik coklat. "Sabotase sering mengalami kerusakan jaminan," kata Lesley Carhart, pakar forensik digital dunia, seperti dilansir dari laman Cnet. Dirinya mengakui bahwa tidak ada yang baru, hanya saja saat ini semua telah didigitalkan.