ArenaLTE.com - Meskipun ketegangan antara pemerintah (Kementerian Kominfo) dan CEO Telegram, Pavel Durov, seputar pemblokiran aplikasi Telegram, sudah mulai mereda, namun pro-kontra pemblokiran aplikasi pesan instan itu masih berbuntut panjang. Salah satunya muncul dari Budi Rahardjo, pengamat keamanan informasi dari Indonesia Computer Emergency Response Team.
“Saya termasuk yang tidak setuju dengan keputusan pemerintah ini. Menurut saya cara ini tidak efektif. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,” ujar Budi Rahardjo seperti ditulis dalam blog-nya.
Menurut Budi, Telegram bukan satu-satunya media komunikasi yang digunakan teroris. Masih banyak aplikasi lain dalam basis yang sama dan memiliki fitur tak jauh beda, yang juga berpotensi digunakan untuk hal negatif, termasuk terkait dengan ancaman keamanan negara.
Ada beberapa alasan yang dikemukakan Budi. Pertama, telegram bukan satu-satunya media komunikasi yang digunakan oleh teroris. WhatsApp dan aplikasi lain juga digunakan. Mengapa hanya telegram yang diblokir? Fitur yang ada di WA pun sama dengan yang ada di telegram. --Dahulu memang WA tidak memiliki fitur enkripsi sehingga mudah disadap, sekarang dia memiliki fitur itu.
Kedua, keputusan pemerintah ini malah menunjukkan bahwa pemerintah tidak mampu melakukan counter intelligence terhadap pengguna telegram. Ini makin menunjukkan bahwa telegram merupakan platform yang bagus untuk digunakan karena tidak bisa diatasi oleh pemerintah Indonesia. Wah.
Ketiga, banyak orang --perusahaan, organisasi, individu-- yang mengembangkan aplikasi di atas telegram ini. Aplikasi tersebut berbentuk “bot” (robot, chat-bot) yang dapat diprogram sesuai dengan perintah (teks) yang diberikan oleh pengguna (Machine learning / artificial intelligence). Contohnya antara lain, early warning system, help desk, payment chatbot, dan seterusnya. Inovasi-inovasi ini terbunuh begitu saja. Telegram sekarang dapat dianggap sebagai “infrastruktur” seperti halnya YouTube.
Budi Rahardjo juga mengutarakan bahwa jika keputusan teguran berupa pemblokiran, hal tersebut adalah keputusan kurang tepat. Dan dikuatirkan akan mengganggu hal yang bisa lebih merugikan, terutama dari kacamata bisnis. Terakhir, kalau sedikit-sedikit blokir – trigger friendly – maka ada kekhawatiran akan apa saja yang akan dilakukan di kemudian hari. Ketidak pastian. Ini buruk bagi bisnis (dan penelitian).