ArenaLTE.com - Kebiasaan pekerja di Indonesia telah mengubah kebutuhan bagi perusahaan untuk menumbuhkan budaya kerja baru dalam mencapai kesuksesan transformasi digital, seperti yang dijelaskan dalam Studi Microsoft baru ini. Faktanya, 57% responden merasa bahwa ada lebih banyak hal yang dapat dilakukan oleh organisasi mereka untuk berinvestasi dalam pengembangan budaya.
Dalam sebuah studi baru yang dilakukan perusahaan, ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi budaya kerja di Tanah Air. Hal demikian bisa dikarenakan banyak alasan, namun tak menutup kemungkinan kinerja bisa lebih meningkat dibanding dari sebelumnya.
Beberapa fakto tersebut adalah
1. Naiknya jumlah pekerja mobile dan risiko keamanan baru yang muncul karenanya: Munculnya mobilitas dan proliferasi teknologi mobile dan komputasi awan telah memudahkan pekerja untuk bekerja pada beberapa lokasi berbeda dalam berbagai perangkat. Faktanya, studi ini juga menemukan hanya 15% responden yang menghabiskan seluruh waktu bekerjanya di dalam kantor, sementara 89% responden mengaku bekerja menggunakan smartphone mereka. Hal kedua meningkatkan tantangan keamanan baru bagi organisasi.
2. Naiknya jumlah tim yang beragam: Studi ini juga menemukan bahwa 40% pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari 10 tim yang berbeda dalam satu poin waktu. Hal ini membuat ketersediaan sudut pandang secara langsung serta alat-alat untuk berkolaborasi menjadi sangat penting untuk dapat menyelesaikan pekerjaan.
3. Kesenjangan dalam keterampilan digital karyawan, meskipun pemimpin telah bergerak untuk menyambut transformasi digital: Saat penggunaan teknologi baru sudah diadopsi pada berbagai sektor industri, penyebarannya tidak merata. Faktanya, 62% responden merasa bahwa ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk menjembatani kesenjangan keterampilan digital diantara pada pekerja.
Linda Dwiyanti, Marketing & Operations Lead Microsoft Indonesia menjelaskan: “Naiknya penggunaan teknologi digital, bersama dengan generasi milenial baru yang mulai bekerja, membuat sangat penting untuk mengetahui dan mengubah ekspektasi pekerja yang terus berganti.”
Pun demikian, pengetahuan dan keterampilan serta alat-alat yang mereka pakai turut serta menjadi faktor. Dan dengan setengah populasi milenial dunia yang tinggal di Asia, lingkungan kerja perlu bertransformasi untuk beradaptasi dalam kebiasaan-kebiasaan teknologi yang digunakan oleh generasi melek digital ini. Selain itu, oleh karena adanya penyebaran teknologi maju dan baru, organisasi perlu kembali untuk mengedukasi ulang para pekerja dalam membangun keterampilan kreatif dan strategis di masa mendatang.
Meskipun 90% pemimpin perusahaan di Indonesia mengakui perlunya transformasi perusahaan menjadi bisnis digital untuk dapat terus sukses, sumber daya manusia tetap menjadi pendorong utama transformasi digital.
“Sumber daya manusia merupakan denyut nadi dari transformasi digital. Ekspektasi, pengetahuan dan keterampilan, serta alat-alat yang mereka gunakan untuk bekerja, merupakan faktor penentu dari level transformasi yang dapat dicapai oleh tiap organisasi,” tambah Linda.
Tantangan yang kini mereka hadapi adalah bagaimana mengimplementasi cara baru untuk menciptakan budaya modern untuk memberdayakan pekerja di Asia dengan lebih baik, khususnya mereka yang bekerja di garis depan (frontline). Diperkirakan, ada dua miliar pekerja frontline di dunia, yang merupakan persentase terbesar dari total pekerja dunia hari ini.