ArenaLTE.com - Industri financial technology (fintech) tengah berkembang pesat di dunia, termasuk Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat data transaksi yang menggunakan teknologi selama tahun 2015 mencapai USD 590 miliar, tumbuh 10% dibandingkan 2014. Pertumbuhan ini memicu pesatnya perkembangan berbagai startup fintech. Menyadari itu, OJK pun menyiapkan regulasi fintech yang dapat mendorong inklusi keuangan, sambil tetap memerhatikan perlindungan konsumen. Salah satu jenis fintech yang dipercaya akan mengubah masa depan industri keuangan global adalah Blockchain.
World Economic Forum baru-baru ini menjelaskan bahwa Blockchain merupakan salah satu dari 10 teknologi paling inovatif di tahun 2016. Sifatnya yang terbuka dan transparan mampu menyederhanakan cara individu serta organisasi dalam bertransaksi menjadi tanpa sekat dan batas, sehingga mendukung mobilitas pengguna. Teknologi ini dianggap tepat bagi industri fintech yang melibatkan banyak pihak dan selama ini masih memerlukan kertas manual.
Kustiawan Kusumo, Enterprise Director, Microsoft Indonesia, mengatakan secara sederhana, Blockchain adalah buku besar bersama (distributed ledger) transaksi digital berbasis komputasi awan yang mampu mencatat berbagai data transaksi secara real time. "Data transaksi ini selanjutnya akan blockchain buka ke beberapa jaringan komputer sekaligus – memungkinkan seluruh pihak terkait untuk mengkaji data tersebut bersama-sama,” ujar Kustiawan.
Perbankan adalah salah satu contoh industri yang akan merasakan pengaruh kuat blockchain. Sebab, ini memungkinkan seluruh transaksi perbankan untuk berlangsung kapan saja (24 jam) dan di mana saja (tidak perlu selalu datang ke bank). Mulai dari transfer, penyimpanan dan pengambilan uang, pengajuan kredit, pembayaran internasional, hingga kliring.
Pada tahun 2016, perbandingan rasio interaksi berbasis digital dengan tatap muka bahkan mencapai 400:1. Kondisi ini akan terus berkembang mengingat jumlah penggunaan mobile connection di Indonesia mencapai 318 juta pengguna atau 125% dari total populasi.
Walaupun dominasi Blockchain terhadap industri perbankan begitu kuat, perbankan tetap tidak akan mati karenanya. Sebab, biar bagaimanapun bank sentral tetap akan dibutuhkan untuk mengatur alur transaksi dan menyediakan modal usaha.
Blockchain juga sesungguhnya membuka beragam peluang untuk perbankan. Seperti mengurangi kebutuhan akan validator pihak ketiga, memodernisasi infrastruktur perbankan, dan mengamankan transaksi. Sebagai contoh, dapat mempermudah perbankan untuk menganalisis latar belakang nasabah yang mengajukan kredit serta mengurangi biaya administrasi transaksi keuangan.
Kustiawan melanjutkan, pertengahan November yang lalu, Bank Indonesia meresmikan Fintech Office, sebuah katalisator yang berperan sebagai think-tank dalam industri fintech. Peresmian ini mencerminkan perhatian dan komitmen pemerintah untuk memajukan industri fintech, termasuk blockchain, di Indonesia.
Salah satu karakter uniknya adalah kemampuan analisis yang ada di baliknya. Semakin banyak organisasi atau perusahaan yang berpartisipasi, termasuk kompetitor, semakin besar nilai yang blockchain tawarkan. Lebih dari itu, transaksi yang dicatatkan dalam blockchain juga tidak dapat dihapus atau diganti. Apabila terjadi kesalahan, pengguna perlu mencatatkan transaksi pengganti untuk mengoreksinya. Dengan begitu, penipuan, pemalsuan, atau korupsi dapat dihindari.
“Bersamaan dengan komitmen pemerintah di bidang regulasi, edukasi terhadap perusahaan perbankan, developer, dan masyarakat juga menjadi langkah yang sangat penting agar blockchain dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya,” jelas Kustiawan lagi.
Walaupun bersifat transparan dan terbuka, Blockchain tetap menjadi teknologi yang aman karena menerapkan teknologi digital signature berbasis kriptografi dalam setiap transaksinya. Setiap kali transaksi hendak dilakukan, sistem akan mengautentikasi data pihak-pihak terkait secara real time sebelum mengesahkan transaksi tersebut.
Microsoft pun baru-baru ini meluncurkan Blockchain-as-a-Service sebagai layanan terbaru dari Microsoft Azure. Layanan ini diklaim menyediakan platform yang cepat, berisiko rendah, dan terjangkau bagi berbagai organisasi untuk berkolaborasi bersama dan berkesperimen di proses bisnis yang baru ini. "Selain industri keuangan, beberapa industri lain seperti pengkurasian barang-barang seni juga dapat memanfaatkan fungsi Blockchain-as-a-Service untuk menghindari pemalsuan dan penipuan,” tutup Kustiawan.