Regulasi Harus Adil dan Mengakomodasi Kepentingan Nasional

ArenaLTE.com - Industri telekomunikasi yang sehat dengan regulasi yang fair bakal memberikan dampak positif bagi masyarakat dan negara. Memberikan kemudahan dalam mengakses informasi dan membuka berbagai peluang baru. Sementara pemerintah pun diuntungkan dengan bertambahnya pemasukan negara berbagai sektor dan berperan dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Tak bisa dipungkiri jika ekonomi Indonesia dapat bersaing di kancah global ketika memiliki daya saing. Salah satu cara menciptakan daya saing tersebut adalah dengan melakukan efisiensi. Pada acara diskusi awal tahun bertajuk Indonesia Digital Economy Forecast 2017, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengatakan salah satu cara yang akan ditempuh pemerintah untuk mencapai efisiensi di industri telekomunikasi adalah dengan menerapkan network sharing dan frekuensi sharing. (BacaRudiantara: Industri Semua Tumbuh, Kecuali Operator)

Menurut Rudiantara penerapan network sharing dan frekuensi sharing di industri telekomunikasi saat ini sangat penting dikarenakan sektor telekomunikasi memegang peran penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selama ini kontribusi dari sektor komunikasi dan informasi menyumbang sekitar 4% dari GDP.

Di lain pihak, Dany Buldansyah, Deputy CEO Hutchison 3 Indonesia, saat berbincang dengan ArenaLTE mengatakan, ada kekeliruan persepsi soal network sharing ini. Menurut dia, berbagi jaringan ini tidak berarti setiap operator wajib berbagi jaringan. “Tidak seperti itu, yang kita mau adalah pemerintah membolehkan kepada pihak yang mau berbagi jaringan. Kalau tidak mau, ya enggak apa-apa juga,” jelasnya.

Dany menambahkan, bagi operator seperti Tri, berbagi jaringan memang jadi solusi menekan biaya untuk pengembangan layanan pita lebar. “Kan kalau bangun jaringannya patungan, cost-nya bisa ditekan. Sehingga harga atau tarif layanan juga bisa ditekan,” tandas Dany. Karena itu, ia berharap pemerintah segera menuntaskan pengesahan revisi Perpres 52 dan 53 tahun 2000.

Tapi di sisi lain ada anggapan bahwa network sharing dan frekuensi sharing bukanlah satu-satunya yang bisa menciptakan persaingan usaha yang sehat dan membuat industri telekomunikasi menjadi efisien.  Muhammad Syarkawi Rauf, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menambahkan, jika pemerintah ingin menciptakan industri telekomunikasi yang efisien dan tercipta persaingan usaha sehat adalah dengan segera menetapkan biaya interkoneksi.scammer

KPPU meminta agar dalam menetapkan biaya interkoneksi pemerintah harus berdasarkan aturan yang ada dan ditetapkan secara fair. Selain menerapkan regulasi biaya interkoneksi yang fair bagi seluruh pelaku usaha telekomunikasi, Syarkawi meminta agar pemerintah dapat mengatur tarif off net yang diberlakukan operator telekomunikasi.

Saat ini KPPU melihat tarif on net sudah relatif lebih baik. Bahkan cenderung turun. Namun yang menjadi perhatian KPPU saat ini adalah tarif off net. Syarkawi melihat tarif off net yang saat ini ditetapkan operator bisa lima hingga 10 kali dari tarif on nett.

“Saat ini harga tarif off net masih menjadi permasalahan sendiri. Itu yang membuat biaya telekomunikasi di Indonesia mahal. Seharusnya pemerintah tidak hanya mengatur tarif interkoneksinya saja. Tetapi juga bisa menetapkan batas maksimum tarif off net,”papar Syarkawi.

Menurut Syarkawi, jika pemerintah tak segera mengatur batas atas tarif off net, maka impilikasi yang akan terjadi adalah masyarakat akan membeli kartu salah satu operator saja. Karena masyarakat menggangap tarif on net jauh lebih murah dibandingkan tarif off net.

“Menurut KPPU itu tidak baik. Yang diinginkan KPPU adalah industri telekomunikasi di Indonesia dapat terkoneksi satu sama lainnya. Sehingga pasar telekomunkasi di Indonesia semakin kompetitif,”terang Syarkawi.

Namun di sisi yang lainnya pemerintah juga ingin mendorong utilisasi frekuensi dan infrastruktur yang dimiliki operator secara maksimal. Karena alasan tersebut pemerintah mendorong terjadinya network sharing dan frekuensi sharing.

"Melihat dinamika ini KPPU ingin agar proses network sharing dan frekuensi sharing ini juga mempertimbangkan aspek keadilan bagi operator yang sudah sejak awal telah membangun infrastruktur. Pemerintah seharusnya tidak semata-mata melihat pada aspek bisnis saja. Aspek keadilan juga harus menjadi perhatian pemerintah,”terang Syarkawi.

Jika pemerintah dengan seenaknya saja menerapkan network sharing dan tanpa mempertimbangkan aspek keadilan, KPPU melihat akan berdampak pada pembangunan infrastrktur telekomunikasi di masa mendatang.

KPPU melihat penerapan network sharing dan frekuensi sharing ini justru akan menghilangkan insentif bagi operator untuk membangun infrasturktur telekomunikasi. Syarkawi menjelaskan, praktik network sharing di berbagai negara sangat beragam. Ada yang hanya diperbolehkan di daerah terpencil dan belum terlayani telekomunikasi. Sementara ada negara yang sama sekali tidak mengizinkan terselenggaranya network sharing dan frekuwensi sharing.

“Jika nantinya regulasi tarif network sharing dan frekuensi sharing ini diatur lagi pemerintah, KPPU melihat akan menjadi permasalahan baru yang akan muncul di industri telekomunikasi di masa mendatang,”papar Syarkawi.

Selain penerapan network sharing, KPPU ingin aspek keadilan juga diberlakukan pada penetapan tarif internet baik itu di Jawa maupun di luar Jawa. Saat ini tarif internet di luar Jawa terbilang tinggi dibandingkan dengan di Jawa. Tarifnya bisa mencapai 1,6 kali dari di Jawa.

KPPU mensinyalir perbedaan tarif yang saat ini terjadi dikarenakan jumlah pemain di luar Jawa yang masih sangat terbatas. Ia menambahkan, jika hanya ada satu operator saja yang disana maka tugas pemerintah untuk meregulasi agar operator lain mau membangun di sana. Atau juga bisa menerapkan regulasi dengan harga tertinggi.

Diharapkan dengan regulasi yang fair, dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat di industri telekomunikasi Indonesia.

Leave a Comment